Biaya kuliah mahal, itu bukan berita baru. Yang lebih penting, what can we do about it?
Headline harian Kompas beberapa waktu lalu menjadi trending topic terutama di kalangan para orangtua muda yang baru merasakan nyeseknya biaya sekolah, terutama biaya kuliah. Headline koran terbesar itu menyuguhkan data betapa kenaikan biaya kuliah di Indonesia tidak diimbangi oleh kenaikan pendapatan para orangtua. Alhasil, para orangtua berisiko gagal menyekolahkan anak ke tingkat universitas bila tidak melakukan persiapan jauh-jauh hari.
Berikut beberapa intisari yang dipaparkan oleh Kompas dalam laporannya 28 Juli lalu:
- Dalam 10 tahun terakhir, kenaikan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mencapai 1,3% per tahun. Sedangkan kenaikan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) mencapai 6,96% per tahun. Jadi, bila dirata-rata kenaikan biaya kuliah pendidikan tinggi di Indonesia mencapai 6,03% per tahun!
- Di sisi lain, kenaikan upah orangtua sejak tahun 1995-2022, mencapai 3,8% bagi orangtua berpendidikan akhir SMA. Adapun bagi orangtua lulusan universitas, kenaikan pendapatannya mencapai 2,7% per tahun.
- Kesimpulan dari dua data tersebut: Kenaikan gaji para orangtua lebih rendah dibandingkan kenaikan biaya kuliah.
Biaya kuliah mahasiswa angkatan tahun 2022 mencapai Rp149,86 juta selama 8 semester (asumsi kuliah selama 4 tahun, bisa selesai tepat waktu). Dengan asumsi tingkat kenaikan biaya 1,3% per tahun (PTN) dan 6,96% per tahun (PTS), maka 10 tahun lagi, biaya kuliah yang dibutuhkan mencapai Rp170 juta juta (PTN) dan Rp293 juta bila hendak masuk PTS. Berapa biaya kuliah 18 tahun lagi? Bagi yang anaknya masih usia 0 saat ini, kebutuhan dana yang perlu disiapkan adalah sekitar Rp503 juta bagi yang ingin kuliah di PTS atau siapkan Rp189 juta bila kuliah di PTN.
Baca juga: Menyiapkan Biaya Pendidikan Anak, Mulai Darimana?
Melihat angka-angka itu saat ini, mungkin kita masih merasa “Wah, fantastis banget biayanya. Masak, sih, semahal itu?” Well, kalau kita tahu kejamnya inflasi, kita tahu angka itu bukan jatuh dari langit. Angka itu rasional berdasarkan data historis inflasi sehingga memang sangat mungkin mencapai itu pada tahun-tahun mendatang.
Ya, nyatanya Melisa dulu beli bakso semangkok cuma 200 perak, kok, dan sekarang bakso semangkok yang spesial bisa 20ribu, kan? *yhaaa, Melisa lagi dibawa-bawa, hahaha. Salam dari anak 90-an, hihihi
Intinya itu, biaya kuliah itu memang mahal. Kabar baiknya, ternyata inflasi biaya sekolah ga semahal yang digembar-gemborkan media sebelumnya, ya. Sebelumnya, kan, selalu angka 10%-15% yang jadi acuan kenaikan, ih serem. Nah, laporan Kompas ini memberi satu sisi melegakan bahwa kenaikan biaya sekolah ternyata ga setinggi itu. Meski begitu, bukan berarti kita bisa leha-leha sebagai orangtua. Kalau udah tahu perkiraan kebutuhan biayanya, maka kita bisa melakukan langkah lebih konkret yakni menyiapkannya jauh-jauh hari. Dengan cara apa? Menabung?
Menyiapkan dana pendidikan: Menabung atau Investasi?
Saat saya mau masuk kuliah, biaya meraih pendidikan di universitas itu, yo, memang mahal. Jadi, sebetulnya bukan berita baru. Orangtua saya dulu bekerja sangat keras supaya saya dan kakak-kakak saya juga adik saya bisa meraih pendidikan tinggi. Fase menguliahkan anak boleh jadi menjadi fase perjuangan paling berat yang pernah dijalankan oleh orangtua saya. Ibaratnya, kaki di kepala, kepala di kaki. Ini juga pengalaman luar biasa bagi saya, pertama kali sekolah jauh dari rumah dengan kondisi serba terbatas. Alhamdulillah, happy ending. Lima anak bapak ibuku semua bisa lulus sarjana.
Baca juga: Dunia Saya Ketika UGM Menerima
Ada banyak cerita bagaimana perjuangan orangtua memberikan pendidikan tinggi pada anak-anak mereka dibela-belain sampai jual tanah, mencairkan tabungan emas, menjual hewan ternak, dan lain sebagainya. Semua penuh perjuangan kecuali anak-anak konglomerat dengan harta yang tidak akan habis tujuh turunan dan tujuh tanjakan, hihihi.
Para orangtua muda yang saat ini anak-anaknya mungkin masih bayi atau di sekolah dasar, kelak juga akan sampai di fase itu. Berjibaku menyekolahkan anak dengan segala kerja keras. Nah, beruntungnya kini kita, para orangtua muda, memiliki akses informasi yang bisa menjadi bekal berharga agar bisa lebih mengantisipasi kebutuhan biaya-biaya tersebut. Biaya sekolah, biaya kuliah anak itu mahal, bukan lagi kabar baru.
Yang terpenting sekarang adalah, apa yang bisa kita lakukan untuk menyiapkannya?
Inflasi jangka panjang yang tidak bisa diabaikan
Inflasi atau kenaikan harga adalah sebuah fakta yang tidak bisa kita ingkari. Tahun 2022 ini kita sudah sama-sama merasakan bagaimana wajah “kejam” inflasi itu, haha. Harga pangan naik, harga energi naik, yang ga ikut naik mungkin pendapatan, yha, ha ha ha. Jadi, bila kita bicara tentang persiapan dana pendidikan atau biaya sekolah anak, kita tidak bisa mengabaikan faktor inflasi jangka panjang ini.
Opsi menabung secara konvensional dengan menyisihkan sebagian pendapatan ke rekening tabungan, mungkin masih menjadi pilihan banyak orang. Namun, apakah cara itu bisa membantu mewujudkan dana pendidikan sesuai kebutuhan?
Baca juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi: Mana yang Lebih Penting?
Imbal hasil di bank untuk produk tabungan rencana sejauh ini masih terbilang rendah. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, bunga tabungan bank rata-rata 0,72% per tahun per Juli 2021. Itu di bawah inflasi kenaikan biaya kuliah di PTN dalam 10 tahun terakhir. Belum lagi produk rekening bank dibebani dengan aneka rupa biaya: biaya administrasi bulanan, biaya ATM, dan sebagainya. Jadi, kalau kita hendak mengumpulkan kebutuhan biaya kuliah anak dengan cara menabung biasa dalam jangka panjang, akan sulit tercapai.
Jadi, cara apa yang lebih masuk akal? Pilihan satu-satunya adalah menabung di instrumen yang bisa tumbuh nilainya di atas inflasi biaya jangka panjang. Bahasa sederhana: kita harus berinvestasi agar bisa mengalahkan inflasi jangka panjang.
Pilihan instrumen investasi ada banyak, tinggal kita sesuaikan dengan profil risiko dan rencana keuangan. Misal, mau mengumpulkan persiapan biaya kuliah anak dengan menabung emas rutin tiap bulan, itu bisa jadi pilihan. Dalam 12 tahun terakhir, harga emas sudah naik 140% atau 11% per tahun. Angka kenaikan itu jauh di atas tingkat inflasi biaya kuliah.
Baca juga: Beli Emas di Pegadaian, Brankas LM, Tokopedia atau TanamDuit: Mana Lebih Oke?
Anggaplah biaya kuliah yang ingin kita siapkan 10 tahun lagi adalah sebanyak Rp200 juta. Sedangkan harga emas per hari ini (2/8/2022) adalah Rp984.000 per gram. Maka, kita butuh sekitar 203,25 gram emas untuk biaya kuliah anak. Dengan demikian, kita tinggal menyicil beli emas tiap bulan sebanyak 1,7 gram emas. Dengan histori tingkat pertumbuhan harga emas yang di atas inflasi biaya kuliah, kita bisa berharap kebutuhan dana itu bisa terkumpul lebih cepat.
Investasi selain emas, apakah bisa?
Selain emas, ada banyak yang bisa menjadi opsi. Beberapa teman saya ada yang nyicil beli tanah di daerah-daerah pelosok. Ada juga yang mencoba menanam modal di bisnis hewan ternak. Sebagian lagi yang lain lebih nyaman berinvestasi di instrumen investasi pasar modal seperti reksa dana atau saham.
Tinggal kita menyesuaikan dengan profil risiko, target jumlah dana dan kapan digunakan, kemampuan penyisihan penghasilan untuk diinvestasikan.
Yang terpenting, setelah tahu hitungannya adalah konsisten menjalankan rencana keuangan. Rezeki anak sudah ditentukan bagiannya dan ini adalah bagian dari ikhtiar, ya. Kalau sudah tahu ada banyak kebutuhan yang perlu disiapkan, kita ‘kan jadi ga mudah khilaf chekout di sana-sini ya gaaakkk, hahahhaha. Juga, kita jadi disadarkan untuk ga terus rebahan, melainkan harus terus qerja qeras bagai quda demi anak tercintah, wkkk.
Semoga ikhtiar kita semua dimudahkan olehNya dan anak-anak bisa mendapatkan pendidikan terbaiknya. Amin ya robbal alamiin.
Masih bingung dan ingin dibantu menyusun rencana persiapan dana sekolah anak? Klik banner di bawah ini ya 🙂