Banyak pekerja muda, yang baru menikmati enaknya punya penghasilan sendiri, malah kelabakan mengelola keuangan. Sering bingung duitnya habis untuk apa aja, padahal gajinya gak sedikit. Apa iya mengatur keuangan sesusah itu?
Seorang teman pernah posting di instagramnya: dia terkaget-kaget mendapati nilai duit yang dia keluarkan untuk jajan lewat aplikasi on-demand… tembus sejuta lebih, uwowow. Cuma untuk jajan remeh temeh semacam kopi kekinian, martabak, cilok, seblak, dan semacamnya.
Teman saya yang lain pernah curhat japri tentang kebingungannya mengatur keuangan. “Aku gak tau duitku habis untuk apa saja… perasaan ga beli yg mahal-mahal, tapi, kok, gabisa nabung yaa… bingung akutu…” (padahal kemarin dia abis datang konser arteiss KPOP yg tiketnya jutaan, wkwkwk)
Sounds familiar? Gaji lumayan tapi duit entah pada lari kemana gak paham… Punya pendapatan rutin yang sebenarnya ga kecil tapi teteuppp aja susah nabung? Udah kerja sekian tahun tapi aset yang dimiliki mentok cuma tabungan seadanya di rekening? Huahahaha.
Saya dulu juga begitu, kok 😛
Sedikit cerita, ya…
Di awal-awal masa bekerja sebagai jurnalis, dengan gaji yang alhamdulillah cukup ketika itu, saya juga ga pernah tahu duit lari kemana aja. Yang pasti waktu itu pengeluaran rutin masih sebatas bayar sewa kamar kos bulanan, beli pulsa dan internet, biaya transportasi untuk liputan kesana-sini, bisa berbagi sebagian untuk ibu di rumah atau adik-adik yang masih kuliah, bayar zakat, biaya makan sehari-hari… belanja DVD dan baju, gitu-gitulah. Saya belum ada cicilan apapun waktu itu, kartu kredit juga ga punya. Alhamdulillah juga belum ngetren olshop kayak sekarang atau aplikasi on-demand jajan semacam Go-Food atau Grabfood. Kalau enggak, keknya bakal “menggila” juga, sih, saya dulu mah, wkekekek.
Baca juga: Viral Gaji 8 Juta: Gaji Fresh Graduate Besar atau Kecil Itu Tidak Penting
Tapi, saya juga tidak punya rekening tabungan khusus. Jadi, sisa gaji saya biarkan mengendap saja di rekening satu-satunya. Jarang kehabisan duit jelang akhir bulan makanya berasa kaya terus, hahahaha. Padahal, ya, ga punya aset siginfikan. Nenek saya almarhumah pernah menegur: “Kamu kan sudah kerja, tapi, kok, polosan begini…” katanya sambil lihat telinga, tangan dan jari. Wakakakak. “Belikan emas duitmu, itu… jangan dihabis-habiskan buat jajan…” begitu nenek saya kasi nasihat. Saya, waktu itu cuma cengengesan. Nenek saya single parents membesarkan enam anak sendirian dan punya pikiran maju tentang pengelolaan uang (Allahummaghfirlaha… miss you, mak Ci..).
Nah, di tahun kedua atau ketiga bekerja, saya mulai insaf. Saya mulai memaksa diri mencatat arus masuk keluar uang. Zaman itu belum ngetren aplikasi money manager kayak sekarang, jadi saya beli buku kas gitu, hahah jadul abis. Guess what? Kegiatan mencatat arus masuk uang itu hanya bertahan sekian bulan. Gak telaten. Akhirnya bablas lagi. Tapi, mulai ada kemajuan: saya mulai beli emas (gak banyak, kok, recehanlah) dan asuransi kesehatan (yang ternyata unitlink, hahaha). Setelah dicemplungkan ke desk investasi, baru deh saya tergerak untuk investasi di reksa dana. Ketika teman-teman saya mulai punya cicilan rumah, saya belum tergerak… karena masih belum kepikir bakal menghabiskan hidup di Jabodetabek yang super padat ini…. *eciyeee
Baca juga: Ketika Tujuan Keuangan Besar Tercapai: Bangun Rumah
Singkat kata singkat cerita, yang ingin saya garis bawahi, bisa dibilang nyaris selalu ada fase yang dialami oleh pekerja pemula (first jobber) di mana mereka bingung mengatur keuangan sendiri. Masa-masa memiliki pendapatan sendiri yang justru membuatnya overwhelmed dan bisa kejebak berboros ria. Padahal, kan, sayang uangnya, yaa…
Simply because they don’t know where to start or how they’ll do it...
Jadi, buat kamu yang sampai hari ini masih bingung gimana sebaiknya mengatur keuangan supaya gak melulu berantakan atau minimal biar tahu duit hasil kerja keras lari kemana aja, saya gak ada niat menggurui di sini. Cuma ingin berbagi pengalaman saja, kudu mulai dari mana supaya kita lebih aware tentang keuangan pribadi. Syukur-syukur bisa agresif mengumpulkan aset, yekan? Mumpung masih muda dan belum banyak tanggungan, cyn 😉
Langkah mudah mengatur keuangan pribadi untuk pekerja muda
Jangan keburu menyerah mengelola keuangan. Tidak perlu berasa ribet dan ruwet. Satu hal yang perlu kita inget: duit itu hasil kita kerja keras, jangan disia-siakan begitu saja… belajar menghargai hasil keringat kita sendiri… di mana kita udah rela menghabiskan banyak energi, waktu dan tenaga agar rekening bisa ada pemasukan rutin. Cek trik mudah di sini:
1. Ketahui wajah keuangan kamu
Pertama-tama, ketahui postur dan wajah keuangan kamu. Gampangnya, berapa, sih, gaji atau pemasukan rutin kamu per bulan? Selain gaji, ada lagikah sumber pemasukan? Mungkin dari project-project di luar kerjaan rutin atau kerjaan freelance? Catat semua sumber pemasukan, baik yang bulanan, yang tak tentu ataupun yang tahunan.
Anggap saja kamu hanya punya pendapatan berupa gaji bulanan. Taruhlah Rp5 juta per bulan. Nah, dari sana, kamu bisa mulai mencatat, apa saja pengeluaran rutin yang harus kamu tanggung saban bulan. Kamu bisa manfaatkan aplikasi pencatat keuangan atau secara manual mencatat pakai M-excel atau Google Sheet.
Apa saja pos pengeluaran rutin? Bagi saja ke dalam beberapa pos besar. Mulai dari pos operasional bulanan, yang terdiri atas pos anggaran makan sehari-hari, transportasi, sewa rumah/indekos (kalau masih ngontrak), pulsa/internet, biaya listrik/air, dan sebagainya. Di sini termasuk pos pengeluaran untuk prem asuransi kayak pembayaran premi BPJS Kesehatan atau asuransi kesehatan lain. Lalu, pos anggaran sosial terdiri atas pos pembayaran zakat/sedekah/perpuluhan, mengirim uang ke orang tua/adik/saudara, undangan nikah/kado ultah, dan sosial lain. Lalu, pos pengeluaran pribadi seperti anggaran jajan weekend, nyalon/skincare/fashion/make-up, anggaran gym, langganan tv streaming, beli buku, ikut kursus, dan lain-lain. Di sini termasuk juga pos belanja hedon, sih, seperti pos belanja olshop saat lagi suntuk *eh
Baca juga: Tidak Semua Hal yang Didiskon Itu Perlu Kita Beli
Gakpapa disiapin aja. Tidaklah haram menikmati penghasilan untuk bersenang-senang. Masak, iya, abis kerja banting tulang, senang-senang gaboleh, yekan? Cedihamatttt.
Trus kalau kamu sudah punya cicilan, ya, catat juga pos pengeluaran utang/cicilan. Masukin semua tanggungan cicilan di situ, termasuk cicilan atau tagihan kartu kredit, kredit motor, dan sebagainya. Jangan lupa juga, tuliskan pos pengeluaran tabungan/investasi terdiri atas, anggaran tabungan dana darurat, tabungan rencana (kalau ada), investasi rutin di reksa dana atau saham.
O, ya, sekalian aja tuliskan pos pengeluaran tahunan. Apa saja biasanya? Pos anggaran kurban idul adha, bayar pajak motor, biaya mudik, zakat tahunan, asuransi yang jatuh tempo, dan sebagainya. Pengeluaran tahunan sering diremehkan karena dirasa masih jauh. Padahal, pengeluaran tahunan suka gede aja, lho. Kalau udah disiapin dari jauh-jauh hari, kan lebih enak dan gak perlu bikin arus kas bulanan terguncang… karena percayalah, “kerusakan”nya bagi dompet lumayan signifikan kalau enggak disiapin, hahahah (udah pernah soalnya, huhu).
Dengan mengetahui berapa nilai penghasilan rutin bulanan ataupun tahunan, berikut pos-pos pengeluaran yang menjadi tanggungan, kita jadi tahu aliran duit kita bakal kemana saja. Di sini juga kamu bisa langsung bikin perencanaan anggaran. Biaya makan, misalnya. Pakai asumsi per sekali makan anggaplah Rp20.000 dikalikan tiga jadi per hari habis Rp60.000. Tinggal kalikan aja satu bulan berapa anggaran yang disiapkan. Then, try to stick on it!
2. Atur di awal penerimaan gaji
Orang bijak (dan kaya raya) bilang, “Belanjakan yang tersisa, alih-alih menabung yang nyisa…” Itu bener banget!
Kesalahan saya dulu adalah, saya tidak menabung di awal penerimaan gaji. Saya nabung sisa-sisanya aja, hahah. Ini pertanda gamblang kalau saya tidak ada perencanaan keuangan sama sekali. Terlalu “go with the flow” sampai-sampai gak tau flow kemana aja, haha. Hanya menabung yang tersisa di rekening, tanpa target pula, he he…
Jadi, langkah kedua setelah mengetahui wajah dan postur keuangan adalah memulai langkah praktis: Begitu gaji masuk, langsung atur sesuai pos-pos yang sudah kamu rencanakan. Urutannya gimana? Prioritaskan yang paling penting mulai dari: bayar cicilan/tagihan/paylater, bayar premi asuransi, isi tabungan dana darurat, bayar zakat, isi saldo investasi sesuai rencana keuangan yang sudah kamu buat; Nah, baru sisanya kamu bisa bagi-bagi untuk pos-pos rutin operasional. Ini juga perlu prioritas. Pastikan dulu pos-pos biaya operasional penting aman, seperti makan-transportasi-pulsa/internet-listrik/air, pos biaya sosial, baru melangkah yang sifatnya lebih sekunder kayak pos pengeluaran pribadi…
Kalau ternyata sisa anggaran ga cukup, gimana? Ya, coba kamu cek lagi pos mana kira-kira yang bisa dihemat. Misalnya, nih… pos biaya transportasi. Naik ojol kemana-mana ternyata mehong juga setelah dihitung-hitung. Ya, kenapa gak coba manfaatin transportasi publik aja? Naik KRL misalnya atau nge-busway…
Baca juga: Naik Transportasi Publik Bikin Kaya? Cek Hitungannya di Sini!
Begitu juga biaya makan. Ada banyak trik menghemat tanpa mengorbankan kebutuhan asupan. Misalnya, ikut katering bulanan… atau masak sendiri yang bakal jauh lebih hemat! Be creative aja, kuncinya 🙂
3. Miliki minimal 2 rekening terpisah
Kalau dulu banyak orang menerapkan sistem amplop, kita pun bisa menerapkan ini dengan mengganti amplopnya dengan rekening bank. Miliki paling enggak dua rekening terpisah. Satu rekening penerimaan gaji yang juga bisa digunakan sebagai rekening operasional (bayar tagihan, transfer sana sini, pengeluaran rutin, dsb). Lalu, satu rekening khusus untuk menabung, investasi atau rencana keuangan lain.
Kalau masih lebih nyaman pakai sistem amplop, gak masalah juga. Kadangkala cara lama justru lebih efektif bagi sebagian orang. Pilih yang paling nyaman untuk kamu saja.
4. Miliki rencana dan target keuangan
Ini penting. Ibaratnya, kalau kita berjalan gitu aja tanpa tujuan, suka berasa capek, gak, sih? Tapi, ketika kita tahu tujuan atau target kita, perjalanan sejauh dan seberat apapun bisa dibilang akan terasa lebih ringan. Because we know exactly where to go…
Supaya semangat mengatur keuangan, bikin aja target-target yang lucu-lucu. Misalnya, target prioritas ingin mengamankan saldo dana darurat dulu untuk beberapa bulan ini. Atau, pengin nabung untuk antisipasi beli tiket konser Black Pink tahun depan… heeyaaaa… Atau, ingin ngumpulin kebutuhan uang muka kredit rumah, dan sebagainya.
Baca juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi: Mana yang Lebih Penting?
Ada tujuan jangka pendek (di bawah 1 tahun), menengah (di bawah 4 5 tahun) hingga panjang (di atas 5 tahun). Perbedaan rentang waktu itu membedakan pula pilihan instrumen yang bisa kamu pilih. Misalnya, untuk tujuan jangka pendek di bawah setahun, ya pilih aja yang risikonya rendah misalnya dengan menabung di tabungan rencana. Jangan malah beli saham untuk kebutuhan yang kamu kejar 9 bulan lagi, hahaha.
5. Aktifkan semua teknologi pendukung
Zaman sekarang itu enak, lho. Ada banyak aplikasi teknologi yang bisa membantu kita agar lebih jeli mengatur keuangan. Sebutlah, fitur autodebit di rekening bank yang bisa membantu kita disiplin menabung atau membayar tagihan. Hampir semua bank sudah menyediakan fitur ini. Ada juga aplikasi pengelolaan keuangan yang tersedia buanyak banget di iOS Appstore ataupun Google Playstore. Mau nabung atau investasi zaman sekarang beneran ga usah pake ribet lagi… tinggal manfaatin smartphone di tangan, mengelola uang bisa lebih simpel.
Bayar-bayar tagihan juga bisa manfaatin aplikasi di marketplace untuk bayar tagihan rutin. Mayan juga, kan, kalau bayar-bayar lewat sana kamu bisa dapet cashback, heheee.. Misalnya, untuk bayar listrik, telpon pascabayar, tv kabel atau internet. Untuk tiga pos itu, saya sekarang pakai aplikasi marketplace. Cashback-nya bisa buat nambahin belanja olshop, mayan, haha.
Dengan 5 langkah itu, mengurus keuangan jadi enggak ribet, deh. Coba aja kalau gak percaya. Kalau skeptis, ya, coba dulu at least 3 bulan. Dari situ kamu sendiri akan merasakan perbedaannya. Ga perlu lagi bingung duit kamu lari kemana saja… syukur-syukur bisa langsung agresif menambah aset dan mewujudkan tujuan keuangan. So, siapa bilang mengatur keuangan sesusah itu? Hehe.
Semangka! Semangat Kakak!
One thought on “Bingung Duit Lari Kemana Saja: Benarkah Mengatur Keuangan Sesusah Itu?”