Yes, benar. Tidak semua yang sedang didiskon, perlu kita beli. Kalimat itu terdengar sederhana tapi suka susah diturutin, yekan? Hihihi. Apalagi di tengah serbuan musim diskon akhir tahun kayak sekarang. Ya ampun, di mana-mana bertebaran godaan belanja dengan iming-iming diskon gila-gilaan. Enggak di mal, di online shop e-commerce; ga cuma diskon produk fesyen atau makanan, sampai-sampai produk furniture atau home appliances juga banyak yang menggelar obral besar…
Bentuk diskonnya pun beraneka rupa. Mulai diskon potongan harga langsung, voucher untuk belanja berikutnya, cashback dan segala bentuk gimmick promo yang sungguh menggoda….
Saya bukan termasuk orang yang tahan digoda oleh diskon *pengakuan*
Diimingin cashback 20% aja luluh, hahaha… apalagi sampai 40%.. seperti yang sedang gencar dikampanyekan oleh berbagai macam platform pembayaran itu tuuhhhh… *yak, pasti tahu lah ya, haha*
Tapi, saya tahu, bila “iman” ini tidak dikelola, keuangan pribadi bisa berantakan. Haha. Kamu gitu juga, enggak? Diskon memang gurih, tapi kalau enggak hati-hati, ya kasihan dompetnya… kasihan tujuan-tujuan keuangan yang lebih penting… kasihan kita udah capek kerja tapi uangnya lari untuk hal-hal yang sejatinya enggak butuh-butuh amat, hehehe…
“Tapi, kan sayang, diskonnya gede.. belum tentu tahun depan dapet diskon lagi yang segede itu?” Begitu biasanya apologi hati kita sendiri. Sebelumnya, saya mau cerita deh…
Beberapa pekan lalu, saya dihubungi oleh awak CNBC Indonesia TV. Si mbak Arum namanya. Beliau ini guest booker CNBC Indonesia TV untuk acara Investime. Nah, mbak Arum meminta kesediaan saya untuk menjadi narasumber acara “Investime” dengan tema “Tahan Godaan Diskon Tahunan”. Tema yang menarik, ya. Cucok meong dengan situasi kekinian di mana kepungan diskon bakal mencapai puncaknya, haha.
Jadilah pada 7 Desember kemarin, saya didapuk mengisi acara tersebut dipandu oleh mbak Maria selaku Anchor Investime. Cek video di bawah ini bila ingin melihat langsung gimana acaranya kemarin:
Video juga bisa dilihat di sini dan di sini, yaaa….
Trik menghadapi godaan diskon tahunan memang menjadi tema klasik hampir di tiap jelang akhir tahun. Wajar sekali karena situasinya memang tengah penuh godaan di pengujung tahun seperti ini. Di area Jabodetabek sebagai gambaran, selain musim diskon Natal dan Tahun Baru, setiap tahun juga berlangsung Big Bang Jakarta di Kemayoran, belum lagi Harbolnas tanggal 12 Desember, midnight sale di mall-mall, dan lain-lain. Semua menggiurkan. Semua menjadi godaan.
Lantas, apa, sih, trik mudah menghadapi godaan diskon tahunan seperti itu? Yah, biar enggak ikut-ikutan kalap dan menciderai isi kantong sendiri…. Gampang saja sebenarnya. Saya biasanya menerapkan beberapa jurus berikut ini:
1. Fokus pada kebutuhan
Ya, kalau enggak lagi butuh apa-apa, ngapain juga belanja. Iye, kan? Mau segede apapun penawaran diskonnya, seharusnya tidak ngaruh… karena satu hal: “Saya enggak lagi butuh, kok”. Walau, ya, harus diakui, pikiran seperti itu belum tentu mampu langgeng. Banyak kejadian di mana saking banyaknya godaan, akhirnya “yang tadinya enggak butuh, end-up menjadi dibutuh-butuhin”, hahaha. Tiba-tiba gadget di tangan berasa udah kuno banget… tiba-tiba baju di lemari kok jadi jelek semua… tiba-tiba kulkas di rumah keknya perlu yang lebih gede, dan seterusnya dan sebagainya.
Pikiran kayak gini, nih, yang perlu di”lurusin” supaya fokus pada pertanyaan utama: “Emang lo butuh banget?” Jangan sampai terbalik, ya. Gara-gara ada promo, jadinya belanja, deh. Kalau kita bisa menjawab seberapa butuh sih kita dengan barang yang sedang dipromokan itu dengan jujur, godaan itu bisa kita minimalisasi.
Nah, gimana bila memang ada kebutuhan? Misalnya, nih, laptop kita udah sering hang padahal dia jadi andalan buat kerjaan sana sini. Ya, manfaatin saja musim promo diskon akhir tahun ini untuk mendapatkan laptop idaman dengan harga lebih murah! Begitu juga kalau di akhir tahun kita punya tradisi keluarga liburan bersama atau dine-out special... kita boleh, kok, memanfaatkan penawaran promo tersebut untuk membantu pengeluaran agar lebih hemat.
2. Budget-nya ada enggak, nih?
Pertanyaan ini ampuh banget memupus godaan besar yang namanya diskon tahunan: “Emang lo ada duit buat belanja, Ferguso?” Kebutuhan bisa dibikin-bikin, tapi isi kantong susah mau bohong. Duitnya ada enggak? Haha. Sebanyak apapun keinginan atau yang kita yakini sebagai kebutuhan, kalau duit untuk membiayai belanja tersebut tidak ada, ya sudah melipir saja.
Kan, ada kartu kredit, Esmeralda?
Saya, sih, sarankan, janganlah memaksakan diri. Terkecuali sudah sangat mendesaaakkkk dan sifatnya darurat, bolehlah dibikinkan budget pembelian memakai kartu kredit. DENGAN SYARAT: SAAT TAGIHAN DATANG KELAK, KITA BISA MEMBAYARNYA PENUH! Yes, ini capslock karena syarat penting yang gak boleh ditawar-tawar.
Kalau tidak bisa memastikan hal itu, lebih baik jangan. Tidak usah maksain isi kantong bila memang tidak memungkinkan. Musim diskon kayak gini, tuh, akan sering terjadi, kok. Para peritel, tuh, punya divisi marketing yang mereka gaji untuk memikirkan berbagai macam bentuk kampanye promo dalam berbagai bentuk. Jadi, tidak perlu khawatir kehilangan kesempatan mendapatkan barang dengan harga diskon. Musim diskon akan selalu ada di depan nanti…. no worries!
Berapa budget belanja yang “ideal”?
Di acara Investime, saya sempat ditanya, bila memang ada budget untuk belanja, berapa porsi yang bisa kita siapkan?
Bila kondisi finansial kita cukup longgar, dalam arti kebutuhan-kebutuhan lebih penting lainnya sudah terpenuhi (kebutuhan rutin untuk hidup sehari-hari, bayar cicilan, menabung dana darurat, dsb), lantas kita ingin ikut menikmati serunya musim diskon akhir tahun, lebih baik memang budget-nya disiapkan dari awal dan dibatasi. Supaya kenapa? Agar enggak bablas belanjanya. Porsi yang normal untuk belanja keperluan pribadi seperti ini antara 5%-10% dari pendapatan.
Akan lebih baik bila sebelumnya kita sudah memiliki rekening belanja khusus.
Saya biasanya menyisihkan 5% penghasilan rutin untuk rekening belanja khusus ini, biasanya belanja-belanja keperluan pribadi yang sifatnya sekunder/tersier. Tentu saja penyisihan itu bila pos-pos kebutuhan lain yang lebih penting sudah aman, ya. Kalau nilai 5% dari pendapatan rutin itu belum cukup untuk membiayai keperluan belanja suka-suka, ya, saya harus menahan diri sampai bulan berikutnya hingga budget bertambah sehingga isinya memadai untuk dibelanjakan.
Di akhir tahun, sebagian orang mungkin menikmati pendapatan ekstra, apakah itu berbentuk THR Natal atau bonus akhir tahun. Pendapatan ekstra itu terhitung sebagai pendapatan tahunan. Apakah bijak bila digunakan seluruhnya untuk belanja akhir tahun? Kalau menurut saya, sayang banget bila habis untuk belanja doang. Lebih baik kita bagi lagi menjadi beberapa alokasi budget. Ambil 5-10% untuk belanja pribadi yang sifatnya sekunder/tersier, masih oke menurut saya. Dengan catatan, tidak ada keperluan mendesak lain yang menuntut seperti utang berbiaya mahal yang harus segera dilunasi agar tak kian membengkak, dan sebagainya.
3. Buat wishlist belanja
Belanja tanpa perencanaan hanya akan menjebak kita dalam aksi impulsive buying. Untuk menghindarinya, mengapa tidak membuat wishlist atau daftar belanja sederhana? Dengan menyusun wishlist, kita bisa berpikir lebih jernih untuk memastikan kebutuhan yang benar-benar diperlukan.
Misalnya, nih: kita sebenarnya pengin belanja cukup banyak. Laptop, tas, sepatu, baju. Nah, dari sekian banyak itu, budget yang kita miliki enggak cukup untuk menutup semua. Mau tidak mau, kita perlu membuat prioritas. Mana yang terpenting untuk dipenuhi….
4. Kumpulkan informasi promo
Budget sudah ada, daftar barang yang diinginkan juga sudah ada. Selanjutnya, cari informasi promonya. Di era internet, semua bisa diriset. Kira-kira promonya memang menarik atau sebenarnya enggak terlalu menguntungkan….
Inget, ya, berbagai gimmick promo diskon itu pada dasarnya ditujukan untuk satu hal: supaya kita berbelanja! Itu ultimate goal para peritel. Jadi, sebagai konsumen, kita perlu jeli menghitung, bener enggak tawaran promonya memang worth the money atau sejatinya hanya pemanis belaka (halah, bahasanya, wkwkw). Misalnya nih, ada diskon sebesar sekian persen diberikan apabila konsumen melakukan transaksi minimal sekian rupiah, voucher berlaku apabila ada transaksi lanjutan, dan lain sebagainya.
Maka, supaya penawaran promo tersebut memang membantu penghematan pengeluaran belanja, hitung terlebih dulu nilainya sehingga kita bisa memutuskan apakah promo tersebut layak diambil atau tidak. Jangan lupa pula melihat penawaran promo dari provider alat pembayaran seperti kartu kredit, e-wallet ataupun aplikasi pembayaran yang biasanya lumayan besar.
5. Bandingkan harga normal
Ini pernah terjadi pada saya. Jadi, ceritanya saya dan suami jalan-jalan cuci mata saja ke mal terdekat. Terus masuk ke salah satu department store. Suami saya iseng lihat tas wanita. Waktu itu, saya pas lagi serius lihat-lihat sepatu apa sendal gitu. Suami saya kasi kode supaya mendekat kesana. Saya GR dong berasa mau dibeliin, haha. Gak taunya, suami saya menunjukkan sebuah tas di mana label harganya dobel. Harga baru yang konon sudah didiskon adalah Rpxxxx… Nah, di persis di bawahnya ternyata masih kelihatan label harga sebelumnya dan itu tertera juga Rpxxxx alias sama persis, hahahah. Sayang deh waktu itu gak kami foto.
Moral ceritanya, diskon di Indonesia ini kadang-kadang suka zonk. Apalagi dibanding dengan tradisi musim diskon di luar negeri, seperti Black Friday atau Dubai Shopping Sale, di mana barang benar-benar dijual dengan harga obral, maka sesungguhnya musim diskon di Indonesia perlu kejelian khusus. Tidak semua klaim diskon tersebut memang diskon yang sesungguhnya. Tidak sedikit peritel yang sudah menaikkan harga lebih dulu kemudian baru mendiskonnya sehingga seolah-olah nilai diskonnya besar. Padahal, bila kita jeli, harganya sama saja.
Maka itu, supaya tidak sampai kecele, dengan berbekal wishlist di tangan, kita bisa mengecek lebih dulu berapa harga normal barang incaran. Ini untuk melihat apakah diskon yang ditawarkan memang layak diambil atau tidak.
Di sisi lain, nasihat klasik “cek dulu toko sebelah” jangan lupa untuk diterapkan. Walau barang yang ditawarkan sama, apabila kita berbelanja di toko yang berbeda, insentif yang diberikan pun bisa berbeda. Misalnya, bila membeli di aplikasi A maka kita bisa menikmati cashback sekian persen bila pembayaran menggunakan kartu kredit dari bank X, dan sebagainya.
6. Patuhi batas
Intinya, bila budget sudah habis, sudah STOP BELANJA, ya. Ingat, musim diskon akan selalu ada. Tidak perlu merasa harus “aji mumpung”.
Nah, itulah 6 tips yang semoga bisa membantu kita menahan godaan lebih kuat menghadapi musim diskon seperti akhir tahun ini. Walk the talk?
PS:
Kelar isi acara Investime, saya enggak langsung pulang. Saya naik ke lantai atas, tepatnya ke ruang redaksi CNBCIndonesia.com, ketemu teman-teman lama saya, seneng banget, haha. Sebagian adalah teman-teman saya dulu saat masih aktif di lapangan menjadi jurnalis, meliput Bank Indonesia, bankir-bankir, dan sebagainya. Happy day for me! Thank you CNBC Indonesia TV for inviting me!