Sudah TakdirNya Jadi Sobat Misqueen, Apa Masih Perlu Financial Planning?

Kalau takdirnya seumur hidup ekonomi pas-pasan, apakah masih perlu perencanaan keuangan?

Jawabannya, iya tetap perlu. Financial Planning tidak hanya dibutuhkan oleh mereka yang pendapatannya puluhan juta rupiah saja. Justru ketika pendapatan masih relatif terbatas, pengelolaan finansial yang cermat sangat dibutuhkan supaya gaji atau pendapatan yang masih relatif terbatas tersebut tidak memicu masalah keuangan lebih banyak dan fatal.

Harus diakui, kebanyakan dari kita mungkin masih salah mengira bahwa financial planning, pengelolaan keuangan hanya terbatas ngomongin soal investasi, saham, dan teman-temannya. Seakan-akan financial planning eksklusif untuk mereka yang memiliki pendapatan wow-luarbiasa. Ini perlu untuk diluruskan, sih. Karena apa? Pandangan seperti ini akan membuat motivasi kita dalam mengelola keuangan secara sehat jadi surut hanya karena merasa pendapatan kita kecil. Lalu, makin membabi buta pakai paylater dan checkoutin shopee pake kartu kredit, hahahhaha.

Baca juga: Viral Gaji 8 Juta: Gaji Fresh Graduate Besar atau Kecil Itu Enggak Terlalu Penting!

Jadi begini,

Setiap dari kita perlu untuk mengetahui di mana saat ini tahapan finansial saat ini. Hal itu untuk membantu kita lebih memahami strategi pengelolaan keuangan seperti apa yang perlu diterapkan, apa saja prioritas finansial yang perlu dijalankan, dan sebagainya. Memahami di mana tahap finansial kita saat ini juga penting untuk membantu kita bersemangat meningkatkan usaha, haha. Ya apalagi kalau bukan untuk naik tingkat, yekan?

Bila ultimate goal atau tujuan akhir financial planning adalah untuk mewujudkan kondisi bebas finansial (financial freedom), maka untuk ke sana sudah tentu ada tahap-tahapnya. Nah, apa saja tahap keuangan alias financial stage itu? Kira-kira tahapannya seperti ini bila miturut suhu dan senior saya mbak Prita:

Tahap 1: Cashflow Aman dan Lancar

Pada tahap ini, kondisi keuangan kita adalah memiliki pendapatan yang masih memadai untuk menutup pengeluaran atau kebutuhan sehari-hari. Utamanya, kebutuhan primer dan wajib, kebutuhan sekunder dan tersier tipis-tipis (jajan martabak pake cashback hahahah). Kita juga masih bisa menabung sebagian pendapatan walau tidak banyak.. Namun, yang pasti pada tahap ini keuangan kita tidak gali lubang tutup lubang dalam menutup kebutuhan hidup.

Tahap 2: Aman Finansial

Nah, tahap kedua adalah kondisi aman finansial. Jadi, pendapatan yang kita miliki sudah bisa menutup semua kebutuhan primer, sekunder, tersier, mampu menabung juga, dan sudah bisa menutup pengeluaran gaya hidup. Kendati posisi keuangan masih menanggung utang seperti KPR misalnya, itu tidak masalah. Keuangan masih terkendali dalam menutup pos-pos kebutuhan walau juga menanggung cicilan utang kredit jangka panjang seperti KPR.

Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat untuk Investasi?

Tahap 3: Bebas Utang

Tahap ketiga ini adalah kondisi keuangan di mana kita tidak memiliki beban cicilan sama sekali. Tidak ada utang baik utang jangka pendek maupun panjang. Utang KPR, misalnya, udah lunas. Ehem, banyak yang agak GR saat melihat definisi kondisi ini, haha… jangan salah sangka ya, bila kita kondisinya saat ini seseorang tidak memiliki utang tapi juga belum memiliki aset berharga, ya, itu tidak bisa dimasukkan kategori ini, sih, hahhaa.

Misalnya, nih, ya, zaman saya merintis karir dulu sebagai jurnalis. Saya memang tidak memiliki tanggungan utang apapun, baik itu kartu kredit atau KPR, karena memang belum memutuskan untuk membeli rumah… tapi, saya tidak bisa dimasukkan kategori stage 3 ini karena saya belum punya aset yang signifikan juga, wkk. Ya, kalo sekadar tabungan ama emas memang sudah ada, tapi aset yang nilainya signifikan itu yo belum punya. Rumah ga ada, aset investasi yang gemuk juga belum punya. Kondisi saya saat itu lebih tepat masih di kategori tahap 1 deh, hahaha.

Jadi, ciri utama bila kita di tahap ini adalah, kita sudah memiliki aset yang cukup signifikan dan tidak memiliki tanggungan utang.

Tahap 4: Merdeka Finansial

Bila seseorang sudah berada di tahap ini, itu berarti dia sudah memiliki pendapatan pasif yang mampu membantunya menutup kebutuhan dasar dan wajib. Adapun untuk menutup kebutuhan gaya hidup, ia masih perlu bekerja secara aktif.

Tahap 5: Bebas Finansial

Inilah ultimate goal-nya, financial freedom alias kebebasan finansial. Yakni kondisi di mana kamu sudah mampu menutup semua kebutuhan dan pengeluaran baik yang dasar, primer, wajib sampai pengeluaran gaya hidup dan foya-foya hanya dari PENDAPATAN PASIF alias passive income. Singkatnya, kamu tidak perlu kerja sekadar untuk mendapatkan penghasilan yang bisa digunakan untuk menutup kebutuhan serta gaya hidup. Contoh kaum financial freedom ya para konglomerat yang nilai asetnya sudah triliunan dan ga habis 10 tanjakan 10 turunan itu….

Jadi, kamu ada di tahap mana saat ini?

“Walah, mbak, jauh bener itu stage-nya, saya mah apa atuh di tahap 1 aja kadang-kadang masih kelempar ke tahap 0”

Ada yang nyeletuk, gini? Ya tidak apa-apa, gais… Tidak perlu kecil hati.

Saya percaya kondisi kaya miskin itu sudah menjadi qadha dan qadarNya. Jadi, bila kita ternyata digariskan menjadi orang yang duitnya pas-pasan seumur hidup, ya itu memang takdir juga dariNya, kan? Masak kita sangkal dan lalu ngamuk-ngamuk ga terima? It’s ok. Mau kerja keras kayak gimana juga bila takdirNya menulis kita tidak pernah akan masuk di daftar orang terkaya di Indonesia, ya, mau apa coba? Hahaha.

Namun saya juga percaya kewajiban kita adalah ikhtiar. Ikhtiar supaya kehidupan kita berjalan baik dan manfaat kita bisa maksimal bagi orang di sekitar kita. Karena kalau dibalikin lagi ke tujuan hidup, ya, dalam keyakinan yang saya imani, sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberikan banyak manfaat bagi sekitarnya, bagi manusia lain, bagi kehidupan. Nah, financial planning adalah bagian dari ikhtiar itu. Ikhtiar untuk mewujudkan kondisi kehidupan yang baik sehingga memungkinkan kita mengoptimalkan manfaat keberadaan kita bagi kehidupan di sekitar kita.

[Bijak banget, gak, sih, gue? HAHAHAHA]

Jadi, tidak perlu berkecil hati bila tahap finansial kita saat ini masih di tahap sangat awal. Berada di tahap awal pun kita tetap punya kewajban untuk ikhtiar mewujudkan keuangan yang sehat dan lebih baik dari hari ke hari. So, mari tetap semangat dan berikhtiar!

Baca juga: Apakah Financial Planning Hanya untuk Orang Berduit Melimpah?

Kalau saat ini nyatanya kita masih di level 0 atau level 1 pun masih labil, yuk, tambah lagi ikhtiarnya supaya bisa stabil di tahap 1 dan kelak naik ke tahap 2 dan seterusnya. Misalnya, nih, ya… masih di tahap 1 tapi kok, kadang-kadang masih kejebak gali lubang tutup lubang saat mendadak banyak kebutuhan tak terduga…

Nah, bisa jadi persoalannya bukan sekadar di pengelolaan keuangan yang kurang bagus (wes irit banget, cah! misalee, heheh). Boleh jadi masalahnya adalah memang kamu butuh memperbanyak pendapatan lewat kerjaan baru, misalnya, atau nambah side-hustle lagi misalnya supaya income stream-nya makin banyak… dengan begitu dapat stabil di tahap 1 dan perlahan -tapi pasti ke tahap 2…

Atau, masih berkutat di tahap 1 karena saat ini masih berperan sebagai sandwich gen untuk orangtua di kampung atau saudara yang single parent… Ya, tidak apa-apa juga. Boleh jadi peran yang diminta oleh Tuhan saat ini untuk kamu memang sebagai sebagai kanal rezeki untuk keluarga… “Ya, aku mana tega makan enak-enak di sini kalau di kampung sana rumah kehabisan token listrik…” Lagi-lagi, pendekatan pengelolaan keuangan memang tidak bisa 100% sekaku 1+1 sama dengan 2, gais. Ada banyak faktor nonmaterial di sana yang perlu juga kita pahami, pertimbangkan dan terima….

Begitulah kira-kira. Selalu ingat faktor keberkahan. Saya pribadi berusaha banget supaya tidak terjebak semata dalam hitung-hitungan angka nan kering itu. Percaya bahwa rezeki sudah ditakar sesuai kapasitas kita dan kewajiban kita untuk terus berikhtiar demi tujuan utama itu: memberi manfaat sebanyak-banyaknya untuk kehidupan. Percaya bahwa tiada guna juga uang melimpah namun tidak berkah alias tidak bermanfaat, habis semata untuk konsumtif doang untuk diri sendiri…

Itu saja, sih. Any thought?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *