Anak perlu mengenal uang sebagai instrumen penting alih-alih sebagai tujuan semata.
Suatu hari, saat mengantar anak-anak tidur, usai membacakan mereka cerita, Aqshal nyeletuk dan bertanya begini: “Mama, siapa, sih, yang bikin uang itu? Cara bikin uang itu gimana?” tanyanya.
Saya jawab sekenanya, “Ada yang bertugas mencetak uang, namanya Peruri… Kenapa, sayang?” Saya yakin jawaban itu belum memuaskannya.
Aqshal nyeletuk lagi, “Wah, enak, dong, dia bisa cetak uang banyak trus uang dia jadi banyak. Kita bisa gak bikin sendiri, cetak sendiri, biar uangku banyak gitu, ma?” lanjutnya. Lalu, si sulung Attar ikut nanya, “Iya, ma, kan enak kalau kita bisa cetak uang sendiri. Aku mau cetak triliunan biar uang aku banyak, hahaha.”
Sontak saya ngakak sambil dalam hati memutar otak mencari cara menjelaskan dengan bahasa sesederhana mungkin (Asli, lebih mudah nulis artikel tentang konsep ekonomi nan rumit untuk pemirsa dewasa ketimbang untuk anak-anak, hahah). “Jadi, gini, mencetak uang itu tidak bisa semudah itu tinggal cetak-cetak semaunya. Ada acuan dan syarat ketentuannya…” ujar saya mulai menjelaskan.
Lalu, saya coba jelasin dari awal ketika manusia bertransaksi memakai sistem barter, beranjak ke era emas, lalu baru ke sistem uang kertas seperti sekarang ini. Tentu saja penjelasan saya itu memicu lebih banyak pertanyaan dari bocah-bocah ini. Mereka paham tentang sistem barter, pun halnya mengapa akhirnya orang zaman dulu memakai emas dan perak sebagai mata uang… tapi begitu saya coba menjelaskan tentang sistem uang kertas dengan konsep time value of money, inflasi, dsb, mulai terbata-bata saya mendeliver-nya dengan bahasa dan pemahaman anak-anak yang sederhana.
“Inflasi itu gimana, ma?”
“Zaman mama dulu, bakso semangkok harganya cuma 200 perak. Sekarang berapa? 10ribu, 20 ribu semangkok. Jadi, kalau Attar punya uang 200 rupiah sekarang, udah gabisa dipake buat beli bakso… Nilai uang kamu termakan inflasi…”
Dia mengernyitkan dahi. “Gimana, sih, maksudnya, ma….”
Saya pun kehabisan kata menjelaskan, wkk. Akhirnya, cari jalan pintas deh, haha. Saya cari buku tentang uang. Ketemu buku ini. Bukunya komik, sih, dan isinya cukup oke…
Dalam dua hari, Attar sudah selesai membacanya. Lalu, saya coba nanya apa saja isi bukunya… Dia bilang masih ga paham, hahahah. Ya gapapa, sih, pelan-pelan aja, wkk. Orang dewasa aja belum tentu paham dan (mau paham) tentang konsep time value of money, kok, hahaha. Saya lalu coba baca lagi buku itu dan menggarisbawahi mana saja yang kira-kira bisa di-breakdown jadi bahan diskusi ama bocah. Kali setelah baca lalu disambung ngobrol, anak-anak bisa lebih mudah bagi mereka mencernanya. ..
Anyway, menurut saya penting bagi kita mengenalkan anak pada konsep uang, terutama keberadaan uang sebagai tools, alat tukar, instrumen, alih-alih sebagai tujuan. Mengenalkan konsep uang pada anak juga bukan berarti mengajari mereka berpikir melulu materi alias jadi anak matre, ya. Lebih dari itu, anak perlu paham tentang keterbatasan sumber daya dan mengapa penting bagi kita menghargai yang kita miliki, tidak bersikap boros, mensyukuri yang sudah kita punya, juga bagaimana menjadikan uang sebagai power atau kekuatan untuk memberi lebih banyak, memberi dampak atau impact lebih besar… apakah itu melalui zakat, sedekah, donasi, dan lain sebagainya. Jangan lupa juga, mengenalkan uang pada anak juga bisa menjadi jalan masuk kita mengajari mereka tentang pentingnya usaha dan kerja keras.
Setuju, gak? Hehehe.