Bagaimana cerita anak petani di Karawang bisa membangun karir sukses di industri finansial? Juga, apa yang membuat Agus B Yanuar rela menjadi “Bapak rumah tangga” di tengah puncak karir sebagai fund manager?
Kamu pernah dengar reksadana enggak? Kalau pernah, tentu akrab dengan istilah “manajer investasi” dong ya. Manajer investasi atau fund manageradalah tangan di balik performa sebuah reksadana atau portofolio investasi. Sesuai namanya, fund manager, ya, pengelola dana investor.
Agus Basuki Yanuar adalah salah satufund managerterkenal di Indonesia. Saya kenal, ya, karena pekerjaan saya dahulu mengharuskan saya sering berhubungan dengan praktisi pasar finansial seperti Pak Agus.
O, ya, sekadar cerita, kalau bagi jurnalis yang pekerjaannya hampir selalu berlarian dengan deadlinealias tenggat waktu, narasumber yang mudah dihubungi itu berkah banget, haha. Narasumber yang informatif dan enggak pelit ilmu juga favorit jurnalis. Naaahhh, Pak Agus ini di mata saya memenuhi kriteria tersebut 🙂
Saya biasa mengontak beliau lewat Whatsappatau SMS terlebih dulu, melontar pertanyaan dan minta waktu sebentar via telpon untuk wawancara langsung. Saking seringnya kontak beliau, ya, akhirnya jadi suka bahas hal di luar isu finansial atau pasar modal. Saya baru tahu kalau Pak Agus ternyata petani juga. Beliau menanam padi, literally, di halaman rumahnya. Wow banget, haha. Perjalanan hidupnya juga banyak memberi inspirasi bagi saya yang masih cimik-cimik ini.
Nah, setelah sekian serial wawancara dan obrolan seputar industri, akhirnya saya ingin juga meminta waktu khusus dari beliau untuk bercerita tentang personal financebeliau. Di kantornya di Menara Imperium, Kuningan, saya datang sesuai waktu yang telah disepakati. Pak Agus menyambut dan langsung memperkenalkan saya dengan jajaran Samuel Asset Management. Ehem, sebagai salah satu investor reksadana Samuel Asset Management, saya jadi tahu dapur pengelolaan reksadana saya, haha.
Sempat bertemu dan ngobrol juga dengan Ibu Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Asset Management, yang juga termasuk narasumber favorit saya. Seneng banget! Hehehee.
Setelah itu, saya dan Pak Agus masuk ruang tamu dan di sanalah sesi wawancara berlangsung. Penasaran dengan apa saja yang saya tanyakan pada Pak Agus? Bagaimana dia membangun karir hingga sesukses saat ini dengan latar belakang sebagai anak desa di Karawang? Juga, bagaimana dia pernah melepas pekerjaan demi anak dan “rela” menjadi bapak rumah tangga untuk mengurus anak? Baca selengkapnya di sini 🙂
*note: hasil wawancara ini sudah pernah tayang di blog HaloMoney.co.id pada 18 Mei 2017 lalu.
Agus B Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management, adalah nama yang cukup terkenal di industri pengelolaan dana di Indonesia. Perusahaan manajemen investasi yang dipimpin oleh Agus yaitu PT Samuel Asset Manajemen sampai akhir tahun 2016 lalu mengelola aset investasi kurang lebih Rp 7,3 triliun. Tahun 2017 ini, Agus akan membawa Samuel Asset Manajemen untuk mengejar target dana kelolaan investasi hingga Rp 9 triliun.
Agus yang lahir di Karawang, Jawa Barat, telah menggeluti industri finansial sejak era 1990-an. Berbagai macam krisis keuangan skala besar telah dia lewatkan dan memberinya banyak bekal berharga dalam meniti karir sebagai seorang manajer investasi handal.
Eksklusif pada saya, Agus membagi cerita dan suka dukanya membangun karir, strategi pengelolaan keuangan pribadi hingga pengalaman menarik menjadi nasabah kartu kredit.
Bagaimana cerita mula Bapak hingga sukses menjadi fund manager?
Saya lahir sebagai anak bungsu dari 10 bersaudara, lahir di Karawang, Jawa Barat. Ibu saya bidan dan bapak saya mantri kesehatan. Kami keluarga sederhana dan orangtua hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai sekolah menengah atas saja.
Makanya, kebanyakan kakak-kakak saya sekolah kejuruan. Sedangkan saya dan kakak nomor 9 pergi ke Bandung untuk meneruskan SMP di sana. Ketika masa SMA, saya masuk SMA biasa bukan sekolah kejuruan seperti saudara-saudara saya. Makanya, harus lanjut kuliah. Sedang orangtua hanya mampu menyekolahkan sampai SMA saja. Akhirnya, dari SMA saya sudah mulai bekerja.
Bapak sudah mencari uang sendiri sejak SMA?
Iya, karena kondisi keterbatasan tersebut. Kakak saya pintar membuat kue dan saya bagian menjual ke warung-warung. Saya jual macam-macam, mulai kue, pakaian, kartu nama, surat undangan. Apa saja yang bisa dijual dan mendapat uang halal, kami jalankan.
Itu saya jalankan di tengah kesibukan sekolah di SMA. Nah, saat kelas 2 SMA, tabungan saya sudah lumayan untuk biaya kuliah di universitas swasta. Tapi kan akhirnya saya diterima di Universitas Padjajaran jurusan akuntansi, sekolah negeri, sehingga uang tabungan saya masih tersisa.
Mengapa Bapak memilih jurusan akuntansi?
Saya pilih jurusan akuntansi ketika itu karena pernah membaca bahwa kebutuhan akuntan di Indonesia cukup besar sedangkan suplainya sedikit. Saya mikir, kalau mau cepat dapat kerja ya saya pilih jurusan ini karena permintaan tenaga akuntan banyak. Tahun itu kebutuhan akuntan 8000-an sedangkan suplainya hanya 3.000-an.
Sebenarnya saya tertarik arsitektur tapi kan ketika itu belum canggih zamannya, masih butuh mesin yang besar-besar dan itu jadi biaya. Makanya saya masuk akuntansi saja. Selain itu lulusnya juga lama. Saya fokusnya ingin lekas kerja setamat kuliah.
Apa pekerjaan pertama Bapak selepas menjadi sarjana?
Saya masuk Unpad tahun 1983 dan lulus tahun 1988, lima tahun kuliah karena disambi kerja juga dan berkegiatan macam-macam. Lulus menjadi sarjana akuntansi saya ke Jakarta, bekerja di Pricewaterhouse. Sekarang namanya jadi PWC.
Saya sengaja memilih bekerja di sana karena ingin mencari pengalaman sebagai akuntan. Setahun pertama saya menjadi auditor di berbagai perusahaan mulai perusahaan perkebunan, manufaktur, dan lain-lain. Tahun kedua di Pricewaterhouse, saya banyak ditugaskan di perusahaan-perusahaan finansial seperti bank, asuransi, sekuritas. Berkenalan dengan perusahaan finansial membuka ketertarikan saya waktu itu.
Di audit itu kan kita mempelajari historis, mempelajari mengapa perusahaan tersebut bisa mencetak pendapatan sebesar itu dan itu berkaitan erat dengan keputusan terdahulu.
Tahun 1990 awal saya bertugas sebagai auditor di perusahaan sekuritas Inggris WI Carr, setelah 3 bulan saya direkrut masuk perusahaan tersebut. Di sana, saya minta supaya tidak hanya di bagian operasional saja melainkan juga ingin ke divisi dealing room. Jadi, dua tahun saya di operasional, lalu berganti kedealing roomlalu ke sales.
Jadi, ketertarikan Bapak di industri finansial sejak di sini ya?
Ya, salah satunya. Tapi sebenarnya dari dulu saya mau tidak mau memang harus mengerti masalah finansial karena latar belakang keluarga yang sederhana, sumber keuangan terbatas.
Jadilah saya tertarik untuk terus menciptakan penghasilan, bagaimana cara menanggulangi keterbatasan. Harus bisa mengerti mana hal yang bisa menghasilkan lebih tinggi, mana yang tidak. Ketika kerja di perusahaan sekuritas saya langsung merasa, wah ini “gue banget, haha”. Bagaimana dengan uang terbatas kita bisa memiliki perusahaan melalui investasi saham publik.
Apa suka duka Bapak selama berada di fase ini?
Saya di WI Carr selama 9 tahun sampai tahun 1998. Saya belajar banyak ya di perusahaan sekuritas ini. Karena ini perusahaan asing dan klien-klien kami kebanyakan orang asing, investor global, saya sering berinteraksi dengan mereka.
Dari sana saya jadi tahu kalau para investor asing itu mencarinya yang seperti ini, lho. Bila mau beli saham, carinya yang kayak gini, dan sebagainya. Di WI Carr posisi saya sampai Director of Equity Sales dan menjadi Associate Director untuk Kawasan Timur Jauh. Tapi lalu saya berhenti bekerja selama 3 tahun.
Mengapa Bapak berhenti bekerja di saat karir tengah naik?
Saya memutuskan berhenti bekerja untuk mengurus anak kedua kami, yang memiliki kebutuhan khusus. Jadi, bergantian dengan istri yang bekerja di Unilever, sebelumnya sudah cuti di luar tanggungan selama setahun.
Saya berhenti bekerja karena kami harus mengejar golden yearsanak kami agar terapi yang dibutuhkan bisa optimal. Selama berhenti bekerja, saya bertugas mengantarkan anak terapi, mengantarkan dua anak saya bersekolah. Jadi, total berhenti kerja itu selama 3 tahun, mulai 1998 sampai 2001. Saya kembali bekerja saat anak saya sudah cukup mandiri.
Bagaimana kesiapan finansial saat Bapak mengambil keputusan itu?
Saya dan istri sama-sama bekerja dan memiliki penghasilan, jadi double income. Sehingga, saat saya memutuskan bekerja itu tabungan telah memadai untuk menopang kehidupan kami walau salah satu dari kami berhenti bekerja. Memang, ya nilainya tidak sebesar saat dua-duanya bekerja. Tapi itu mencukupi.
Secara finansial, keputusan itu tidak melahirkan guncangan. Sepanjang 9 tahun bekerja kami double income dan banyak menabung. Gaya hidup juga tidak berlebihan. Jadi, ya mencukupi. Anak-anak saya waktu itu masih TK dan Playgroup.
Memang, kami sempat berpikir, apa ini cobaan bagi kami. Tapi, paradigma berpikir itu kami ubah. Tuhan tentu memiliki alasan menitipkan kami anak yang spesial, sangat mungkin karena kami sebagai orangtua dinilai sebagai orangtua spesial, hehehe. Jadi, ya, kami akhirnya memilih berupaya seoptimal mungkin dengan paradigma itu. Berhenti bekerja sementara dan kehilangan sebagian sumber pendapatan, kami percaya langkah itu sudah benar.
Anak kedua Agus B Yanuar dan Revita Tantri, Edwin Edo Makarim, saat ini tercatat sebagai mahasiswa Universitas Terbuka, Jurusan Perpustakaan. Edo memiliki ketertarikan besar pada dunia seni sebagai pelukis. Edo pernah beberapa kali ikut pameran bersama termasuk pameran di Galeri Nasional. Sehari-hari, Edo membuka Sanggar Lukis dan menjadi asisten guru di Homeschooling Persada yang dikelola oleh keluarga Agus B Yanuar di Jatibening, Bekasi.
Selain mengurus anak, apa kegiatan Bapak selama berhenti bekerja?
Saya menjajaki diri menjadi investor saham. Saya langganan RTI dan tradingsetelah mengantar anak-anak sekolah. Awalnya saya trading sendiri, tapi akhirnya tetangga ikutan. Terus kami akhirnya membuat klub di rumah, haha. Apa yang saya beli, mereka ikut beli. Broker juga datang memberi rekomendasi.
Setelah 3 tahun, Bapak kembali bekerja, mengapa tidak lanjut sebagai trader saham yang mandiri?
Ya, anak saya waktu itu sudah lebih mandiri. Saya putuskan bekerja lagi tetapi saya tidak di perusahaan sekuritas. Kalau di perusahaan sekuritas sebagai pialang, saya memberi rekomendasi pada nasabah. Nah, setelah itu saya ingin belajar menjadi portfolio manager karena saya merasa belum memiliki pengalaman di sektor itu.
Kebetulan saya bergabung dengan BNI, perusahaan sekuritas, tetapi saya masuk divisi asset management. Sebenarnya ketika itu saya sudah diajak oleh pemilik Samuel Asset Management untuk bergabung, tapi saya menunda dahulu tawaran itu karena merasa masih ingin belajar di perusahaan investasi besar seperti BNI.
Di BNI Asset Management, saya belajar dari nol lagi. Mengubah mentalitas dan attitudejuga. Dulu sebagai pialang dengan sekarang menjadi portofolio manager. Sebagai portofolio manager kita memiliki posisi, aset yang kita kelola. Jadi, mentalitasnya berbeda dengan saat menjadi broker.
Di BNI saya benar-benar fokus ingin mendalami portofolio, asset management. Saya tidak mengejar karir struktural di sini hingga selama 5 tahun pun, posisi terakhir saya adalah portofolio manager. Setelah di sana, saya pindah ke Samuel Asset Management pada akhir 2006 sebagai presiden direktur dengan lima orang saja hingga saat ini kami memiliki 50-an orang karyawan.
Samuel Asset Management mengelola sekitar Rp 8 triliun dana kelolaan yang sebagian besar berupa Kontrak Pengelolaan Dana (KPD). Sekitar 90% klien Samuel adalah investor institusi. Sisanya baru investor ritel produk reksadana.
Produk reksadana yang dikelola oleh Samuel Asset Management banyak mendapatkan penghargaan sebagai reksadana dengan kinerja terbaik. Terakhir, reksadana yang dikelola Agus B. Yanuar langsung, dengan nama SAM Indonesia Equity Fund meraih penghargaan sebagai reksadana saham terbaik versi APRDI-Bloomberg tahun 2017.
Apa advis Bapak bagi para fresh graduate atau pekerja pemula?
Pengalaman saya membuktikan, masa awal-awal kerja itu jangan cari uang. Carilah ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Cari pengetahuan dan kalo bisa kita dapet mentor yang baik yang bisa membimbing kita mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Sehingga kita berkembang.
Sampai berapa lama mencari ilmu? Sampai anda merasa cukup. Kalo saya dalam 2 tahun itu saya menimba pengalaman dan berinteraksi dengan berbagai macam perusahaan. Saya kira dari pengalaman itu saya paling seneng bila dengan perusahaan finansial.
Carilah pengalaman sebanyak mungkin hingga kamu menemukan minat atau passion kamu ada di mana. Seperti pengalaman saya, saya menemukan passion di bidang keuangan. Sehingga sampai saat ini dalam bekerja pun merasa senang karena itulah memang passion saya. Bekerja menjadi ringan. Ketika ada tantangan atau masalah jadi tidak pusing, malah kita anggap itu sebagai ruang belajar.
Dulu saat saya bekerja di perusahaan sekuritas asing, saya banyak berinteraksi dengan klien global, dari sana saya banyak belajar tentang apa yang mereka cari ketika berinvestasi.
Bapak berkarir di industri keuangan sejak 1990 dan melewatkan banyak krisis finansial, apa pelajaran penting dari sana?
Saya melewatkan banyak sekali krisis. Mulai dari Perang Teluk I, Perang Teluk II, Krisis Moneter 1997, Krisis Reksadana 2005, Peristiwa World Trade Center, Krisis 2008, wah banyak sekali.
Pelajaran penting yang saya ambil dari berbagai macam krisis yang terjadi adalah, krisis merupakan kesempatan besar bagi kita sebagai investor untuk mendapatkan barang bagus dengan harga murah. Jadi, ketika terjadi krisis jangan langsung ketakutan. Justru itulah kesempatan bagus.
Sebagai fund manager yang terbiasa mengelola aset investor, bagaimana Bapak mengelola keuangan pribadi?
Ketika awal bekerja dulu di kantor akuntan, gaji saya baru Rp 350.000 tahun 1988. Gaji itu habis untuk biaya kos, transportasi. Saya belum bisa menabung ketika itu, hahaha. Ketika akhirnya bekerja di pasar modal, baru saya bisa menabung.
Ketika gaji mulai memadai, saya mulai menabung di tabungan biasa. Sebelum menikah, saya sudah mencicil rumah lewat KPR. Prinsip utama pengelolaan uang, ya saya selalu berupaya menyisihkan untuk menabung dan merencanakan kebutuhan dari jauh-jauh hari. Misalnya untuk dana pendidikan anak, sudah kami tabung dari jauh-jauh hari.
Bagaimana dengan investasi?
Prinsip kehati-hatian harus menjadi hal utama. Investasi tidak boleh spekulatif. Membeli dan menyimpan uang di sebuah produk, kita harus tahu cara keluarnya nanti bagaimana. Harus ada exit strategy. Jangan sampai nyangkut. Prinsip lain adalah diversifikasi. Jangan taruh uang kita hanya di satu produk saja.
Kalau saya sekarang, aset ada yang bersifat likuid seperti tabungan atau deposito, ada pula di reksadana dan juga dalam bentuk properti.
Bagaimana pengalaman Bapak dengan kartu kredit selama ini?
Saya pertama kali memiliki kartu kredit tahun 1991, kartu kredit Citibank. Itu karena saya mulai sering travelling. Sebelumnya, ya enggak pakai kartu kredit karena jarang kemana-mana. Kartu kredit Citibank sampai sekarang masih saya gunakan.
Apa alasan utama Bapak memakai kartu kredit?
Alasan kepraktisan saja karena saya sering travel. Saya perlakukan hanya sebagai alat transaksi, bukan utang. Jadi, saya membayar tagihan selalu full. Iuran tahunan saja bayarnya.
Mengapa Bapak tidak memanfaatkan fitur minimal payment kartu kredit?
Ya, saya kan bekerja di sektor keuangan. Bunga kartu kredit 2,95% per bulan itu mahal sekali! Hahaha. Sebagaifund manager, mencetak keuntungan 12% setahun saja tidak mudah. Makanya saya enggak maulah bayar bunga 3% untuk kartu kredit, haha. Kalau orang tahu hitungan ini, pasti mereka akan merasa sayang banget kalau tidak bayar full tagihan kartu kredit, heheh.
Apakah ada pengalaman kurang baik dengan kartu kredit?
Pernah waktu itu gara-gara telat bayar. Jadi, waktu itu saya travelling ke luar negeri, belum ada mobile banking. Bayar tagihan masih lewat transfer bank. Layanannya sudah dikontak waktu itu. Saya selesaikan tagihannya dan memutuskan menutup kartu kredit itu.
Berapa kartu kredit yang Bapak miliki saat ini?
Saya ada empat, Citibank, kartu kredit OCBC NISP,kartu kredit Permatadankartu kredit ANZ. Yang sering saya pakai Citibank. Sekarang malah lebih sering pakai kartu debit, sih. Kartu kredit untuk travel dan manfaatin promo saja.
Menurut Bapak, manfaat kartu kredit yang utama apa?
Kepraktisannya. Pegang uang tunai itu berisiko. Manfaat promo-promo juga menarik seperti Buy 1 Get 1, itu sama saja diskon 50%. Cuma, ya memang harus bijak memakainya. Menurut saya kalau orang sampai bermasalah dengan kartu kredit itu, ya karena kurang disiplin saja memakainya. Kurang bijak. Kebiasaan membayar tagihan tidak penuh, dan sebagainya. Kalau dijalankan dengan bijak, kartu kredit itu oke.
Bagaimana dengan godaan berlaku konsumtif dari kartu kredit?
Ya itu kembali ke kita. Kalau saya pribadi, sudah terbiasa menahan diri dari godaan-godaan antara mana yang memang perlu dan mana yang sekadar keinginan, haha.