Uang Pertanggungan asuransi jiwa perlu penghitungan yang tepat supaya saat terjadi risiko, fungsinya untuk mengamankan finansial keluarga bisa berjalan. Ini juga untuk menghindari kesenjangan proteksi alias protection gap. Tapi, bagaimana bila kemampuan pembayaran premi tak sebanding dengan uang pertanggungan yang sebenarnya kita butuhkan?
Setelah di tulisan sebelumnya, kita sudah sama-sama mengenal apa saja jenis-jenis asuransi jiwa, kini saatnya untuk melangkah lebih jauh yakni mengetahui cara menghitung Uang Pertanggungan asuransi jiwa. Mungkin Anda sedikit bertanya-tanya, apa, sih, yang dimaksud Uang Pertanggungan itu?
Uang Pertanggungan adalah sejumlah dana yang cair ketika risiko yang ditanggung oleh asuransi terjadi. Nilai dana Uang Pertanggungan yang cair adalah sesuai dengan yang tercantum di polis. Dalam konteks asuransi jiwa, kita mengasuransikan risiko finansial yang bisa terjadi ketika pendapatan hilang akibat kematian si pencari nafkah. Misalnya, Bapak A adalah kepala keluarga dan pencari nafkah satu-satunya bagi istri dan dua anaknya. Supaya risiko finansial keluarga terkelola, Bapak A membeli asuransi jiwa murni dengan nilai Uang Pertanggungan Rp2 miliar. Tertanggung atau yang diasuransikan adalah si Bapak A itu sendiri.
Mengapa Bapak A yang diasuransikan dan bukannya si istri atau anak? Itu karena Bapak A adalah satu-satunya di keluarga tersebut yang memiliki nilai ekonomi/penghasilan dan dia berperan sebagai pencari nafkah utama. Jadi, ada risiko yang ditanggung oleh keluarga tersebut apabila suatu saat si Bapak A meninggal dunia. Apa risikonya? Penghasilan keluarga terhenti sedang kebutuhan hidup dan tagihan-tagihan tidak ikut berhenti.
Suatu hari, Bapak A mendadak berpulang. Uang Pertanggungan dari asuransi jiwa yang dimiliki oleh Bapak A pun cair dan diberikan pada ahli waris yang telah ditunjuk sesuai tertulis dalam polis. Uang Pertanggungan ini menjadi bekal sementara bagi keluarga yang ditinggalkan oleh Bapak A untuk melanjutkan hidup, sementara si istri mencari pekerjaan agar penghasilan keluarga kembali ada. Apakah Rp2 miliar tersebut cukup menjadi bekal sementara keluarga Bapak A untuk melanjutkan hidup?
Selama ini, pengeluaran rutin keluarga Bapak A mencapai Rp13 juta. Setelah dikurangi pengeluaran pribadi Bapak A, pengeluaran rumah tangga per bulan mencapai Rp10 juta. Ketika Uang Pertanggungan asuransi jiwa cair, Ibu A langsung menempatkannya di instrumen obligasi SBR005 yang memberi imbal hasil 8,15% per tahun (bisa juga ditempatkan di deposito bank apabila bisa mendapatkan rate yang dapat menutup kebutuhan). Dengan penempatan sebesar Rp2 miliar, setiap bulan keluarga Bapak A memperoleh pendapatan tetap sebesar Rp11,54 juta. Cukup untuk menutup kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti saat Bapak A masih ada.
Cara menghitung Uang Pertanggungan asuransi jiwa
Beberapa teman saya seringkali bertanya seperti ini: “Aku sudah punya asuransi jiwa sebenarnya. Tapi, uang pertanggungannya gak sampai miliaran, sekitar Rp500 juta. Itu udah bener, belum?”
Dalam perencanaan keuangan, persoalannya bukan benar atau tidak benar. Tapi, sesuai atau tidak dengan angka riil kebutuhan kita. Angka susah boong soalnya, haha.
Jadi, begini… ada banyak pendekatan untuk menghitung kebutuhan Uang Pertanggungan asuransi jiwa yang bisa kita pakai. Yuk, simak beberapa di antaranya berikut ini:
1. Income Replacement Based
Pendekatan ini menghitung kebutuhan Uang Pertanggungan berdasarkan rata-rata pendapatan setiap bulan yang disetahunkan lalu dikalikan dengan jangka waktu dana tersebut menopang kehidupan ahli waris, sampai si ahli waris bisa mencetak penghasilan sendiri. Metode ini tidak memperhitungkan pertumbuhan dana ataupun risiko inflasi.
Contoh:
Bapak B adalah pencari nafkah utama keluarganya, si istri tidak memiliki penghasilan karena berperan sebagai ibu rumah tangga saja, dan anak mereka baru satu yang kini usianya 8 tahun. Penghasilan bersih Bapak B mencapai Rp10 juta per bulan. Dia ingin memproteksi penghasilannya dengan asuransi jiwa setidaknya sampai si anak berusia 23 tahun (asumsi anak sudah bisa mencari pendapatan sendiri).
Dengan demikian, dia membutuhkan asuransi jiwa dengan periode perlindungan hingga 15 tahun dan memberikan Uang Pertanggungan yang memadai menjadi pengganti penghasilan sampai si anak berusia 23 tahun. Berapa kebutuhan Uang Pertanggungan Bapak B?
Uang Pertanggungan= Rp10 juta x 12 bulan x 15 tahun = Rp1,8 miliar.
Kekurangan metode ini adalah tidak menghitung inflasi di masa depan. Kalau tahun ini pendapatan Rp10 juta cukup untuk menutup kebutuhan hidup, apakah 10 tahun lagi angka Rp10 juta itu juga masih cukup? Agak mustahil karena ada risiko inflasi. Cuma, itu bisa diatasi, sih, dengan pengelolaan Uang Pertanggungan yang tepat. Misalnya, dana tersebut diinvestasikan di instrumen pendapatan tetap sehingga tetap mampu mengejar laju inflasi di masa depan.
2. Human Life Value Based
Pendekatan ini memperhitungkan rata-rata pendapatan setiap bulan disetahunkan dan memperhitungkan pula asumsi pertumbuhan dana. Pasalnya, Uang Pertanggungan diharapkan ditempatkan di sebuah instrumen yang bisa tumbuh dan menghasilkan pendapatan sebesar penghasilan yang diproteksi.
Dengan asumsi kasus di atas, maka cara menghitung uang pertanggungan asuransi jiwa dengan pendekatan di atas adalah sebagai berikut,
Uang Pertanggungan= (Rp10 juta x 12 bulan): 8% = Rp1,5 miliar.
Angka pembagi 8% mengacu pada imbal hasil Obligasi Ritel Indonesia (ORI) terakhir yaitu ORI015 yang memasang return 8,15% per tahun. Jika ingin hitungan lebih konservatif, kita bisa memakai asumsi imbal hasil produk deposito perbankan. Saat ini berkisar 5%-7% per tahun.
Jadi dari contoh di atas, diasumsikan saat Uang Pertanggungan keluar maka ia langsung ditempatkan di instrumen berpendapatan tetap, contohya ORI yang memberi imbal hasil 8% per tahun supaya bisa memberi penghasilan rutin sejumlah yang dibutuhkan.
3. Income Value Based
Uang Pertanggungan diperhitungkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan keluarga apabila UP tersebut ditempatkan di instrumen bebas risiko seperti deposito atau obligasi negara. Asumsi risk free rate saat ini antara 5%-7%. Anggaplah kita pakai asumsi paling konservatif yaitu 5% nett; bila pendapatan yang diharapkan adalah Rp10 juta per bulan, maka Bapak B membutuhkan pemasukan Rp120 juta per tahun. Sehingga kebutuhan Uang Pertanggungan adalah Rp120 juta : 5% = Rp2,5 miliar.
Jadi, saat Bapak B meninggal dunia, UP sebesar Rp2,5 miliar bisa ditempatkan di instrumen risk free berimbal hasil minimal 5% nett supaya bisa memberikan pendapatan Rp120 juta per tahun atau Rp10 juta per bulan.
Gampang, kan, menghitungnya?
Trus, gimana dong kalau ternyata kebutuhan Uang Pertanggungan ternyata besar dan asuransi yang dimiliki saat ini UP-nya tidak memadai? Atau, gimana bila ternyata kemampuan pembayaran premi kita tidak bisa menjangkau UP yang dibutuhkan? Ingat, semakin besar Uang Pertanggungan, premi yang dibutuhkan lazimnya semakin mahal juga. Selain itu, tergantung juga dari jenis asuransi jiwa yang kamu beli. Asuransi jiwa murni berjangka (term life) biasanya jauh lebih murah preminya dibandingkan jenis asuransi jiwa lain seperti unitlink ataupun endowment insurance.
Sebagai gambaran, ya.. untuk jenis asuransi jiwa murni berjangka atau term life dengan Uang Pertanggungan sebesar Rp1,5 miliar, kebutuhan preminya mencapai Rp4,02 juta per tahun untuk lelaki berusia 30 tahun, atau Rp402.000 per bulan. Sedang bila kamu membeli asuransi jiwa berjenis unitlink, bisa dijamin preminya bakal jauh lebih mahal (Mengapa? Penjelasannya sudah ada di artikel ini: Yuk, Kenalan dengan Asuransi Jiwa)
Masih bingung? Merasa asuransi jiwa yang kamu miliki saat ini kemahalan? Atau ingin tau rekomendasi asuransi jiwa yang tepat sesuai kebutuhan dan kondisi finansial? Cusss, klik di sini yaaaa!