Penting untuk memiliki batasan dan rambu-rambu finansial dalam hubungan pranikah.
Tadi malam saat membuka twitter, di timeline melintas thread yang menggelitik. Judul thread-nya “Tinder Swindler Versi Indonesia”; Membaca isinya dan wow korbannya banyak sekali. Modusnya mirip banget dg kasus Tinder Swindler di Eropa yg menghebohkan itu (masih ada dokumenternya di Netflix kalo mau lihat)…
Awal mulanya mirip: berkenalan via Tinder (dating site) lalu si pelaku rajin flexing tentang betapa tajirnya dia, sembari melancarkan pendekatan perasaan (pardon my language). Setelah cukup dekat dan calon korban percaya, pelaku akan mulai beraksi. Mulai dari minta tolong ditransfer (ngakunya sebagai pinjaman) karena limit penarikan rekeningnya sudah mentok (abis itu kabur), ada juga modus mau kirimin hadiah gadget mahal harga gudang tinggal bayar pajaknya doang (jadi si korban disuruh transfer sebesar nilai pajak doang; ya tetep intinya kasi duit, ye), dan berbagai modus lain. Uang puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah melayang diembat maling-maling gaya baru ini……Well, bicara tentang perasaan mungkin memang susah, ya, dibikin matematika. Kalau udah percaya, jatuh cinta, apalagi kala udah bicara janji-janji diresmikan alias menikah, wajar banget bila judgement yang rasional menjadi kabur. Namanya juga lagi jatuh cinta. Paham, kok, been there – done that.
But, again… sebelum lebih jauh terbutakan dan supaya jangan sampai kejebak “Swindler” begini, penting banget buat temen-temen yg belum menikah untuk tahu apa saja rambu-rambu finansial pra-nikah itu.
Apa saja rambu-rambunya? Saya pernah mengulasnya lengkap di tulisan ini “Penting untuk Terbuka, Tapi Ingat Ada Rambu-Rambunya”.
Selama janur kuning belum melengkung, belum tercatat resmi dan sah secara negara, kamu dan calon adalah dua individu terpisah di mana tidak ada hak dan kewajiban yang mengikat termasuk perihal finansial. Ketahui dan miliki batasan dan berusahalah untuk mematuhinya. Sehingga risiko penipuan berkedok rasa-rasa (yg pernah ada, tsaahh) ini bisa diminimalisasi. Inget selalu kata Bang Napi: “Kejahatan terjadi bukan sekadar karena niat pelakunya tetapi karena ada kesempatan, waspadalah! waspadalah!”..Ya, setidaknya ketika hubungan kamu ternyata ga berhasil, cukup hati yg bolong, kantong ga perlu ikutan jebol… WASPADALAH, WASPADALAH!
Kejahatan ala #TinderSwindler ini sebenarnya udah lazim terjadi sejak dulu kala. Bedanya, dulu kenalannya ga lewat dating apps. Mungkin lewat pasar malam, hahaha (ya allah jadul banget). Tapi, modusnya sama. Pake pencitraan lewat media sosial kalo duitnya banyak (bahasa anak sekarang “flexing”); kalau zaman dulu mungkin saat (((ngapel))) bawain oleh-oleh yang mahal-mahal, dsb. Abis pencitraan dilancarkan juga pendekatan perasaan ke calon korban (spik-spik devil).
Setelah kepercayaan udah di genggaman, pelaku beraksi… MOROTI… yg semula sekadar ga mau #splitbill saat keluar bareng (satu pihak terus yg bayarin, duhh ojo gelem yo. Paling enak itu bayar dewe-dewe, kalo gak ya bayare gantian, hih), sampe lama-lama berani minta tolong ditransfer duit. Alesannya banyak: kartu ATM ketelenlah, limit penarikan tunai habislah, modus ngutang buat modal usaha, dsb. Setelah pelaku puas, korban ditinggal begitu aja (istilah skrg di-ghosting) dgn kondisi hati robek dan kantong jebol…..Pahami batasmu. Termasuk batas-batas finansial bersama orang yg baru berstatus “teman dekat”, “calon” bahkan yang sudah “tunangan” sekalipun. Selama janur kuning belum melengkung dan Pak KUA atau Catatan Sipil mencatat ikatan kamu secara “hitam putih”, tidak ada hak dan kewajiban yang mengikat, termasuk perihal finansial. Ojo gelem diporoti!