Di tengah pandemi corona, jangan sampai keuangan kita terjatuh dalam masalah serius. Kenali tanda keuangan kita dalam masalah dan lekas cari solusi sebelum terlambat.
Di tengah pandemi seperti ini, tantangan finansial kita jelas jauh lebih pelik. Wabah besar telah menyeret perekonomian ke titik nadir. PHK di mana-mana. Perampingan perusahaan menjadi opsi pahit seiring penurunan penjualan yang drastis… Satu per satu perusahaan mengumumkan keputusan pahit mulai dari memangkas pos-pos tunjangan tertentu hingga yang paling pahit, melepaskan karyawan 🙁
Tidak ada pilihan lain bagi kita selain mengencangkan sabuk pengaman dan bersiap menghadapi turbulensi perekonomian di depan… karena, unfortunately, sepertinya di Indonesia, badai baru dimulai… Kemarin, 10 Juni, rekor kasus harian pecah: 1.241 kasus positif Covid-19 setelah kemarin ada 1.000 kasus… betapa ironis kala wacana New Normal digaungkan (dan memberi pesan yang agak salah pada akar rumput, IMO), saat itu pula sebenarnya kasus Covid-19 ini semakin menampakkan diri sebagai mimpi buruk kita semua…
Ibarat kesehatan, mengetahui tanda-tanda kesehatan bermasalah itu penting agar kita bisa menangani penyembuhan atau preventif lebih awal. Pun halnya perihal keuangan. Mengenali tanda keuangan kita bermasalah juga penting supaya kesehatan keuangan bisa lestari.
Dalam kondisi normal saja, urusan kantong bisa bermasalah… lebih-lebih di tengah badai seperti ini. Kesalahan dalam mengelola keuangan bisa dengan mudah membawa seseorang dalam kondisi bangkrut. Gaji atau penghasilan yang besar bukanlah jaminan kondisi keuangan seseorang akan selalu oke. Tanpa pengelolaan yang baik, penghasilan besar pun bisa mendorong seseorang dalam situasi pelik. Penting bagi kita untuk memastikan keuangan dalam kondisi yang sehat dan terkendali. Ketahui 10 tanda keuangan bermasalah di bawah ini… catat, bila kita mengalami minimal dua tanda di bawah, itu artinya masalah keuangan kita cukup gawat dan butuh penanganan cermat.
1. Tagihan cicilan utang memakan lebih dari 30% penghasilan
Tanda keuangan bermasalah yang paling pertama adalah jumlah utang yang segunung hingga memberati arus kas setiap bulan. Coba cek, berapa sebenarnya total beban cicilan utang kita yang wajib dibayarkan setiap bulan. Cicilan kartu kredit, kredit rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor, utang koperasi/tempat kerja, dan sebagainya. Hitung saja dan coba bandingkan dengan total pendapatan rutin yang kita terima setiap bulan. Bila angkanya melebihi 30%, itu tanda keuangan kita bermasalah alias tidak sehat.
Contoh, pendapatan setiap bulan sekitar Rp7 juta dan beban cicilan utang setelah ditotal mencapai Rp4 juta. Hmm, lebih dari 50% memakan penghasilan rutin. Jelas tidak sehat. Saat pendapatan lebih banyak termakan untuk membayar utang, yang terjadi adalah biaya hidup kebutuhan primer bisa terganggu dan kita tidak memiliki ruang untuk menabung atau berinvestasi. Bahayanya lagi saat terjadi guncangan lebih keras, kita bisa mudah terjatuh kembali dalam utang baru…
2. “Gali lubang tutup lubang” tanpa strategi
Tanda keuangan bermasalah berikutnya: bila kita sudah menjadikan utang sebagai sumber pendanaan. Misalnya, memakai kartu kredit untuk tarik tunai dan memakai dana tersebut untuk membiayai kebutuhan atau untuk membayar tagihan kartu kredit lain. Duh aduh duh. Bila sampai ini terjadi, ini berarti kita sungguh-sungguh tidak memiliki uang untuk membiayai hidup. Alhasil, sebenarnya kita mengandalkan biaya hidup dari utang satu ke utang yang lain. Jangan sampai, ya…
Kalau seandainya ini yang tengah kita alami harus bagaimana? Ada banyak opsi. Kita bisa mengajukan relaksasi kredit ke kreditur (bank, leasing) untuk keringanan pembayaran cicilan, apakah itu dengan penurunan bunga atau pemanjangan tenor utang atau libur membayar pokok utang…
3. Abai terhadap nilai kewajiban
Apakah kamu tahu persis berapa total utang atau cicilan yang harus kamu bayarkan tiap bulan? Jangan-jangan tidak tahu, wkwkw. Mengetahui dengan pasti berapa cicilan yang harus dibayarkan tiap bulan adalah salah satu ciri kamu cukup tahu “isi” dompet. Sebaliknya, bila tidak tahu atau pura-pura lupa, itu gejala serius dompet kita bermasalah…
Utang itu harus dibayar, bahkan saat kita sudah tiada. Jadi, pastikan kita tahu berapa sih total utang yang kita miliki dan harus kita bayarkan…
4. Mulai mendapat peringatan dari kreditur
Tanda keuangan bermasalah selanjutnya adalah saat surat peringatan dan telepon berdatangan dari institusi pemberi kredit, baik itu bank, leasing ataupun institusi lain, untuk menagih pembayaran cicilan. Peringatan tersebut tak lain karena kita mulai sering telat membayar tagihan hingga lewat jatuh tempo.
5. Telat membayar utang
Keuangan kita dalam masalah bila kita mulai mangkir membayar tagihan. Sayangnya bukan karena kita lupa atau karena sebab lain, melainkan karena kita benar-benar tidak memiliki dana sendiri untuk membayar tagihan tersebut. Serem.
6. Aplikasi kredit Anda ditolak
Tanda keuangan bermasalah adalah saat bank menolak permohonan pinjaman kita… baik itu dalam bentuk kartu kredit, kredit tanpa agunan atau jenis penjaman lain. Bank memiliki alasan kuat mengapa menolak pengajuan kredit seseorang. Yang terutama adalah bila profil finansial kita dinilai tidak layak mendapatkan pinjaman tersebut. Misalnya, ngajuin KPR rumah senilai Rp1 miliar tapi gaji baru Rp10 juta, hahah. Ya ditolaklah bambang :)))
Tapi kebanyakan bank menolak ya karena setelah menganalisis kemampuan keuangan kita secara umum. Maksudnya, saat seseorang gajinya sudah Rp40 juta per bulan tapi arus keluar uang untuk membayar kewajiban sudah memakan lebih dari 40% gaji, ya, besar kemungkinan bank menolak permohonan kredit baru.
7. Pendapatan sudah tidak memadai membiayai semua pengeluaran
Seluruh pengeluaran mulai untuk kebutuhan pokok sampai sekunder dan tersier, sudah tidak mampu ditutup sepenuhnya oleh pendapatan. Kamu selalu harus berutang untuk membiayai arus kas pribadi. Ini pertanda gawat darurat keuangan.
8. Penggunaan kartu kredit sering overlimit
Tanda keuangan bermasalah selanjutnya adalah saat kita sering menggesek kartu kredit sampai overlimit. Alhasil, saat digunakan lagi untuk transaksi, bank menolaknya karena pemakaian sudah melampaui batas. Hati-hati, kerap memakai kartu kredit hingga overlimit bukan cuma pertanda kita sudah terlalu terbelenggu pemakaian tapi juga tanda jelas bahwa kita sudah terlalu jauh mengandalkan utang dari kartu untuk menutup pengeluaran.
Kartu kredit kita ditolak ketika tengah membeli sesuatu karena bank menilai pemakaiannya sudah melampaui batas. Boleh jadi ini karena kita sudah terlalu jauh mengandalkan penggunaan duit utang dari kartu kredit untuk menutup kebutuhan sehari-hari.
9. Punya tiga kartu kredit yang semua aktif dipakai
Kalau anak zaman now komentarnya: WADIDAW! Memakai kartu kredit memang praktis dan banyak pula reward yang bisa kita dapatkan bila sering bertransaksi. Namun, bila sampai kita memakai tiga kartu kredit secara aktif, itu. juga bisa menjadi salah satu tanda keuangan bermasalah. Mengapa? Kartu kredit adalah alat pembayaran non tunai yang berbasis utang. Bila memakai sampai tiga kartu sekaligus, itu bisa mengindikasikan kita terjebak memakainya sebagai dana darurat untuk menutup pengeluaran. Gawat, guys.
Ingat, ya, limit kartu kredit itu bukan duit kita. Jadi, saat gaji kita, anggaplah Rp10 juta dan punya kartu kredit tiga biji warna hitam semua masing-masing limit Rp40 juta; bukan berarti Rp120 juta itu duit kitaaaaa, Ferguso. Nilai itu hanya nilai kredit yang bisa kita gunakan dengan batas tentu saja. Tidak berarti kita bisa memakai Rp120 juta itu sampai habis bis… ya walau bisa tapi itu bahaya, Bambang. Emang bisa bayarnya nanti saat tagihan datang? Kalau gak pasti bisa bayar apa enggak, jangan coba-coba pakai tanpa hitungan.
10. Sudah punya tiga kartu kredit dan masih “apply” lagi
Kata “kartu kredit” di atas bisa juga diganti dengan “pinjaman online”. Banyaaaakkk orang yang terlena ga cuma ama kartu kredit tapi juga pinjaman online alias pinjol. Seiring booming fintech di Indonesia dan berjamuran perusahaan penyedia pinjaman online yang cuma modal KTP, tidak sedikit orang yang “kalap” mengajukan pinjol… awalnya iseng tapi lalu keterusan.. semudah itu mendapatkan utang 1 juta, 5 juta lama-lama 10 juta dan sebagainya. Lama-lama numpuk dan bingung bertanya-tanya: “Duh kok bisa ya aing punya utang pinjol Rp70 juta, dikejar-kejar debt collector.. buat apa aja juga aing lupa…”
Ada yang begitu? Banyak. Bila dulu kebanyakan karena kartu kredit… sekarang karena pinjaman online. Pemicunya sama: kemudahan mendapatkan pinjaman dan ketiadaan kontrol pemakaian. Bila kita sudah terbiasa berutang, emang berbahaya banget. Coba deh, saat sekarang kita -anggaplah- sudah punya tiga kartu kredit atau pinjaman online, tahan diri untuk tidak mengajukan kredit baru lagi… dan kalau memang ada keinginan untuk pengajuan baru lagi, cek lebih jauh mengapa kok sampai merasa butuh lagi? Apa karena beneran ga punya duit sendiri? Ya, memang bank juga suka aneh sih karena begitu kita punya satu kartu kredit, kartu kredit lain bisa dengan mudah berdatangan bahkan tanpa seleksi berarti… tapi tidak berarti kita mesti pake juga..
Sedikit cerita, dulu saat sudah punya kartu kredit dari bank A jenis visa platinum, saya ujug-ujug dikirimi kartu satu lagi jenisnya visa signature… padahal gak ngajuin juga. Trus saat payroll pindah ke bank X, mreka kirim juga kartu kredit dua biji… dan saat saya punya CC dari BCA, saya dikirimin lagi jenis CC lain tanpa pengajuan juga, hahaha. Lha kalau itu semua saya pakai, bahaya kan? Akhirnya, ya, saya tutup semua kecuali dua yang saya sisakan: CC pertama saya dan satu lagi yang BCA itu… Gak butuh banyak-banyak, khawatir khilaf dan khawatir ada yang mbobol.
Nah, silakan melihat, bila kamu merasakan dua atau lebih gejala di atas sedang terjadi saat ini, berarti sudah waktunya kamu memperbaiki kondisi keuangan sebelum terlambat. Semangat!!