Benarkah yang membutuhkan financial planning atau perencanaan keuangan hanya mereka yang memiliki uang banyak?
Jawabannya, tentu saja tidak. Financial planning atau perencanaan keuangan dibutuhkan (dan sebenarnya, sadar atau tidak, sudah dijalankan) oleh setiap orang yang memiliki penghasilan. Apakah penghasilannya besar atau kecil, itu akan relatif. Tapi, selama seseorang memiliki penghasilan, di sana sebenarnya dia membutuhkan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang baik supaya bisa tercapai ultimate goal, yaitu worry-free financially.
Mari melihat contoh.
Ketika seseorang baru memasuki dunia kerja dengan pendapatan, taruhlah setara UMR sekitar Rp4 juta sekian, dia tentu memiliki berbagai macam kebutuhan yang perlu ditutup. Mulai dari ongkos transportasi ke tempat kerja, biaya makan sehari-hari, bayar listrik, jajanin keponakan dan lain sebagainya. Apa yang terjadi bila ia tidak mengelola keuangannya dengan baik? Ketika ia tidak pernah tahu kemana saja uangnya habis, belum lagi kalau sudah kenalan dengan yang namanya kartu kredit; Mulai tergoda nyicil barang-barang tersier seperti gadget seharga gajinya sebulan… Hmm, tanpa perencanaan dan pengelolaan keuangan, risiko memiliki kondisi finansial yang berantakan lebih besar. Ya, memang semua itu pilihan. Dan setiap pilihan memiliki risikonya sendiri.
Risiko keuangan yang berantakan bisa ditekan bila sedari awal kita memiliki perencanaan keuangan yang tepat dan pengelolaan keuangan yang sehat. Sadar untuk mengelola uang dengan arah yang jelas dan tujuan. Mulai dari hal dasar, yaitu pengaturan budget. Bagaimana gaji sebesar Rp4 juta akan kita alokasikan? Berapa untuk biaya makan, ongkos transportasi, berapa yang ditabung, berapa yang dihabiskan untuk bersenang-senang, dan sebagainya. Lalu, apa saja rencana keuangan di masa depan yang ingin diwujudkan? Mungkin, kita ingin menabung kebutuhan uang muka kredit rumah… atau, ingin menabung biaya kelanjutan studi… bisa apapun… dan kesemua itu akan lebih efektif serta mungkin tercapai dengan perencanaan secara sadar. Itulah pentingnya financial planning.
Tanpa itu, ketika kita memilih “udahlaaah dijalani aja…duit mah dinikmati aja”; “capek-capek kerja masak diatur-atur terus, dihabisin aja udah paling bener… ditabung juga lama gedenya… nikmati hidup aja lah… YA GAKPAPA JUGAK. Kan, judulnya “pilihan”, hehe.
Saya justru tergelitik untuk pop up pertanyaan balik: “Lho, siapa bilang dengan financial planning kita malah ga bisa menikmati hidup? Hahaha.”
Justru dengan financial planning, kita lebih mungkin menikmati hasil kerja keras kita secara berkelanjutan. Beda dong punya gaji Rp30 juta trus karena gak menganggap penting financial planning, jadinya sok aja dihabisin buat “kesenangan sesaat” yang konsumtif… dilakukan tanpa kesadaran: beli tiket konser berjuta-juta, beli sepatu branded sekadar biar keren, gadget paling mutakhir… eh tapi kok giliran bayar tagihan kartu kredit kenapa cuma minimal payment mampunya? Trus napa juga sampai terjebak pinjaman online sampai nunggak ga karuan?
MAU HIDUP KAYAK GITU? Saya sih ga mau, hehe. Saya memilih punya gaji Rp30 juta, tetap bisa bersenang-senang tanpa pusing dikejar utang, punya dana darurat, punya persiapan dan antisipasi dana untuk berbagai kebutuhan di masa depan, bisa beramal dengan leluasa dan berbagi lebih banyak dari waktu ke waktu, dan tidak cemas dihantui kebangkrutan setiap saat.
Dan percayalah, gaji atau pendapatan besar itu tidak otomatis menjamin kita sejahtera atau hidup tenang. Ada banyak faktor di sana yang mempengaruhi. Yang pasti, pengelolaan keuangan yang baik akan membuat tujuan hidup sejahtera lebih mungkin tercapai.
Buanyaaaakkk kok yang gajinya gede puluhan juta tapi setiap akhir bulan stres kehabisan duit, stres dikejar penagih utang yang sangar-sangar… Banyak kok yang sebenarnya penghasilan lumayan di atas rata-rata, tapi karena entah khilaf atau kena jebakan rayuan pihak, eh, malah kejebak pinjaman online yang lebih cocok disebut rentenir online itu. Sebaliknya, tidak sedikit juga mereka yang penghasilannya sebenarnya biasa aja, rata-rata lah ga yang wow-gimana, tapi nyatanya bisa punya tabungan dan aset-aset lain. Kok bisa? Ya bisa aja. Salah satu pembedanya, ya, itu tadi: pada pengelolaan keuangan mereka.
Tanpa pengelolaan keuangan yang sehat dan sadar, pendapatan yang kita peroleh bisa-bisa numpang lewat gitu aja. Tanpa kesadaran tentang itu, kita bisa terperosok masalah keuangan yang beraneka rupa itu.
Apa enggak sayang bila uang hasil kerja keras kita malah banyak terpakai untuk hal-hal konsumtif semata? Sedang di sisi lain kita juga akhirnya punya risiko terperosok dalam berbagai masalah keuangan, mulai dari masalah utang yang tidak sehat, kekurangan uang untuk hal penting seperti biaya sekolah anak karena terlanjur memakai penghasilan untuk hal lain yang sebenarnya bisa ditunda, dan lain sebagainya. Kalau enggak sayang, gak merasa itu bisa jadi masalah, ya udah, gakpapa, sok atuh gak perlu diatur-atur duitnya, wkwkw. Lagi-lagi, semua itu pilihan saja.
Ada juga yang menilai perencanaan keuangan membuat kita jadi orang yang terlalu perhitungan ama duit trus dilabel pelit, endesbre, endesbru. Lha, kalo iya, emang kenapa? Kan duit-duit dia sendiri yang dia atur dan dia hitung, bukan duit kamu? Hahaha.
Nah, kalau dilabel “pelit”? Ukuran pelit atau tidak pelit itu apa, sih? Apa ketika seseorang berusaha mengatur pendapatannya supaya semua pos kebutuhan penting dan gaya hidup yang dia inginkan bisa berjalan bersamaan, dan biar ga ngerepotin orang lain (baca: utang), itu artinya dia pelit? Hmm, coba, ya, dijawab sendiri :))
Kalau bagi saya pribadi, financial planning membantu saya mengelola keuangan secara lebih sadar. Mindful. Saya tahu saya ingin mewujudkan rencana ini itu dan saya butuh strategi juga peta supaya hal itu bisa terwujud. Saya juga terbantu untuk menentukan prioritas: mana pengeluaran yang lebih penting dan tidak bisa ditunda, mana yang masih bisa ditunda, dan sebagainya. Alasan lain, ya, justru karena pendapatan saya belum melimpah ruah sekelas konglomerat atau cicit konglomerat, wkk, makanya saya perlu mengatur pendapatan yang tak seberapa ini, supaya bisa lebih optimal. Gitu, sih.
Tujuan besar financial planning itu apa?
Yang pasti financial planning tidak cuma ubek-ubek hal mendasar tentang pengelolaan budget. Ultimate goal financial planning pada dasarnya adalah mencapai kondisi bebas finansial alias financial freedom. Makna kebebasan finansial di sini apa? Yaitu bebas dari utang, memiliki arus pendapatan tetap dari investasi yang kita lakukan, lunas kredit perumahan (KPR), terproteksi secara finansial dari risiko apapun yang terjadi. Kira-kira itu tujuan utama financial planning.
Kalau sekarang posisi kita masih jauh dari itu, ya tidak apa-apa. Kalau sekarang posisinya adalah masih berusaha menabung dana darurat agar mendekati nilai ideal, ya tidak apa-apa juga. Belum punya aset yang wah, ya gak papa juga. At least kita berusaha dulu membangun keuangan yang sehat, kebiasaan keuangan yang sehat. Perlahan tapi pasti menjalankan rencana-rencana keuangan demi tujuan-tujuan di depan sana yang ingin kita capai.
Satu hal lagi yang suka luput digarisbawahi kala kita bicara tentang uang, menurut saya. Yaitu, faktor keberkahan. Mengelola keuangan dengan baik melalui financial planning hanyalah salah satu bagian dari ikhtiar menjemput keberkahan itu. Berkah itu kalau apa yang dikasih ke kita oleh Gusti Allah membawa lebih banyak lagi manfaat pada kehidupan, bagi sesama. Itung-itungan yang dikasi atau dibagi oleh financial planner itu sekadar gambaran, membantu kita agar lebih bersemangat berikhtiar.. penentu akhirnya seringkali beyond our hands. Mengapa saya bilang begini? Ya, karena saya sudah mengalaminya. Coba aja tanya bapak ibu saya, gimana ceritanya lima anak bisa sarjana semua, saat pendapatan yang dimiliki di mata manusia mustahil bisa memadai untuk menyekolahkan anak ke pendidikan tinggi?
Itulah. Manusia bisa berhitung ini itu, mengukur kepastian, mengukur kemustahilan, endesbre endesbru… tapi masih ada kekuatan besar yang menjadi penentu. Yang tinggal omong Kun Fayakun! Ya, jadi aja gitu… ga pake ba bi bu, hehehe. Penting untuk menyisakan misteri, penting untuk memberi celah pada ketidakpastian… agar kita tidak terjebak sombong, sotoy dan kufur. Demikian 🙂