Mempertahankan bisnis jauh lebih berat dibandingkan membangunnya. Di tengah badai pandemi terburuk, tantangan bertahan jadi semakin pelik.
“What doesn’t kill you makes you stronger”. Aforisma yang didengungkan oleh filosof Jerman Friedrich Nietsche pada abad ke-19 itu semakin relevan saat ini. Selalu ada harapan baik bahkan di tengah badai yang paling dahsyat. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020 lalu memang telah menjungkirbalikkan kehidupan kita semua. Bagi para pebisnis, menghadapi badai pandemi ini menguji tingkat ketangguhan, ketahanan, dan kesolidan tim. Mereka yang lolos dalam menghadapi badai pandemi ini akan terlahir lebih kuat.
Tidak banyak pilihan bagi para pemilik usaha selain harus terus bertahan. Syukur-syukur tidak bangkrut atau gulung tikar. Tidak sedikit cerita pahit kejatuhan usaha yang telah dirintis sekian lama karena pandemi terburuk dalam 100 tahun terakhir ini. Dalam liputan yang saya tulis untuk situs AstraLife ini, saya berkesempatan merekam dan mencatat kisah jatuh bangun tiga pemilik usaha yang kebetulan saya kenal secara pribadi.
Tiga sosok hebat ini adalah Luqman Hakim Arifin, founder and CEO PT Rene Turos Indonesia, perusahaan penerbitan di Jakarta Selatan; Futrica Fufu, pemilik usaha perlengkapan bayi BabyYou di Tangerang Selatan, dan Dhea Dermawan, pemilik usaha konveksi dan pakaian HelloByan and Kids di Kota Tangerang.
Bagaimana jatuh bangun mereka berupaya memperpanjang napas agar tidak turut terempas badai pandemi? Bagaimana strategi mereka agar bisnis yang sudah dibangun sekian lama tetap mampu bertahan alih-alih gulung tikar?
Inilah kisah mereka.
Terpukul Pembatasan Sosial saat Menghadapi Badai Pandemi
Ketika pertama kali Presiden RI Jokowi mengumumkan kasus COVID-19 di Indonesia, kebijakan lockdown atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak langsung diterapkan. Imbauan PSBB baru dilontarkan pada 15 Maret 2020. “Toko-toko buku jelas tutup karena pemberlakuan PSBB. Jadi, bulan April-Mei itu dari sisi penjualan terdampak,” cerita Luqman.
Pukulan pertama ini cukup terasa karena lini penjualan produk Rene Turos melalui toko buku alias offline masih mendominasi. Bukan cuma itu, pembayaran tagihan dari rekan-rekan toko buku juga banyak yang tersendat karena pandemi langsung memukul telak operasional toko buku fisik.
Hal serupa dialami oleh Fufu. Pukulan menghadapi badai pandemi di awal langsung membuatnya kesulitan mencari bahan baku produksi. Harga bahan baku merangkak naik, mulai kain hingga benang. Distribusi barang juga terhambat karena pembatasan sosial mengakibatkan jasa ekspedisi menjadi lebih sulit dijangkau. Fufu juga harus mengurangi jam kerja karyawan menyesuaikan dengan aturan di lingkungan di mana workshop-nya berada. Produksi tersendat, penjualan juga menurun drastis hingga setengah dari kondisi normal.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik Lagi, Ini Checklist Finansial agar Kita Bertahan di tengah Badai Pandemi
Penurunan order juga langsung dirasakan Dhea ketika menghadapi badai pandemi. “Hampir 60% penurunannya karena pandemi ini,” ujarnya. Maklum, konsep produk Hellobyanandkids adalah outfit untuk keluarga, gathering kantor, dan acara-acara di luar rumah. Ketika pandemi datang dan PSBB diberlakukan, otomatis kebutuhan tersebut menurun karena social distancing berlaku, kegiatan beralih serba daring.
Kiat Para Pebisnis Menghadapi Badai Pandemi
Langkah Pertama: Komunikasi dan Konsolidasi Tim
Bagi para pemilik bisnis, pilihannya tinggal satu: Bertahan, bagaimanapun caranya. Luqman mengawalinya dengan membangun komunikasi yang intens dengan timnya tentang situasi terkini, termasuk risiko-risiko yang menyertai kelangsungan perusahaan ke depan. Ada 25 karyawan yang bekerja di perusahaan penerbitan milik Luqman hingga saat ini.
Sementara itu, usaha Fufu didukung oleh 17 orang penjahit. Adapun Dhea mempekerjakan sekitar 15 orang penjahit yang pendapatannya tergantung pada order masuk. Penurunan order yang cukup signifikan selama masa-masa lockdown awal, mau tidak mau membuat para pemilik usaha ini memikirkan jurus menghadapi badai pandemi agar bisnis tidak langsung ambruk. “Awak perusahaan termasuk karyawan perlu memiliki mindset dan kesadaran yang sama bahwa kita semua kini tengah on the way krisis dan kondisi seperti ini bisa berlangsung lama. Kalau tidak segera menempuh langkah strategis, kita bisa kolaps,” terang Luqman.
Menyamakan kesadaran terhadap ancaman krisis itu menjadi langkah pertama penting supaya awak perusahaan tetap bersemangat, waspada tapi juga optimistis badai bisa dilewati bersama.
Langkah Kedua: Efisiensi dan Berhemat
Mengelola perusahaan mirip dengan pengelolaan rumah tangga tak terkecuali perihal manajemen keuangan. Ketika terjadi guncangan sebesar pandemi yang mempengaruhi sisi pendapatan secara signifikan, keberadaan dana darurat adalah pertahanan utama supaya pengeluaran atau kewajiban tetap dapat terus ditutup. Pada saat yang sama langkah efisiensi dan penghematan harus langsung dijalankan.
Baca juga: Ketika Pandemi Covid-19 Meruntuhkan Cara Lama Pengelolaan Keuangan Kita
Ada beberapa hal yang ditempuh oleh Fufu, di antaranya mengurangi uang transpor dan uang makan semua karyawannya. Begitu juga biaya kurir untuk pengantaran. Dengan memulai penghematan dan efisiensi, penurunan pendapatan bisa diimbangi sehingga perusahaan tidak sampai menempuh langkah pengurangan karyawan dalam rangka menghadapi badai pandemi.
Luqman menambahkan, efisiensi juga bisa ditempuh dengan menyusun prioritas mana yang perlu diproduksi dan mana yang masih ditunda. Dalam bisnis penerbitan yang ia lakoni, salah satu langkah efisiensi adalah mengecek lagi buku mana yang sebaiknya ditunda penerbitannya dan mana yang lebih prioritas diterbitkan. Jadi, dari sisi biaya produksi dapat dioptimalkan sesuai kondisi pasar terkini.
Langkah Ketiga: Sesuaikan Strategi Bisnis dengan Pandemi
Di tengah menghadapi badai pandemi yang mengguncang kekuatan ekonomi hingga ke level rumah tangga, tantangan utama bagi para pebisnis adalah bagaimana supaya penjualan tetap berjalan ketika masyarakat cenderung menahan uang mereka untuk berbelanja. Terlebih bila produk yang dijual sebenarnya tidak termasuk kategori kebutuhan pokok seperti sembako atau healthcare yang meningkat permintaannya di tengah krisis kesehatan seperti sekarang.
“Pebisnis harus fokus pada produk yang memang relevan dengan kebutuhan orang di kala pandemi seperti ini,” kata Luqman.
Beberapa strategi yang ditempuh oleh tiga pemilik usaha ini adalah sebagai berikut.
Pertama, fokus merilis produk yang spesial dan relevan dengan kondisi pandemi supaya customer tetap tertarik membeli. Rene Turos, misalnya, memilih menerbitkan buku menarik berjudul Kitab Wabah dan Taun dalam Islam. “Ini adalah kitab klasik tentang pandemi yang pertama kali diterjemahkan di Indonesia,” ujar Luqman.
Baca juga: Belajar Strategi Survive Bisnis dari Tiga Pengusaha Wanita Teman Saya
Hal serupa ditempuh juga oleh Dhea dan Fufu yaitu dengan beralih memproduksi masker kain. Masker kain menjadi pilihan selain karena masih di segmen konveksi, biaya produksinya pun murah. Dan yang terpenting, demand-nya ada dan berpotensi terus meningkat selama pandemi berlangsung. “Fokus saya adalah bagaimana supaya tetap ada perputaran uang dan para penjahit tetap ada pemasukan,” kata Dhea.
Kedua, menerapkan sistem pre-order agar biaya produksi efisien. Strategi ini juga tepat dijalankan di tengah kebutuhan berhemat. Sistem pre-order bisa membantu para pebisnis untuk menghitung secara lebih efisien biaya produksinya. “Tidak perlu stok bahan baku terlalu banyak, sehingga produksinya sesuai pesanan yang masuk saja,” jelas Dhea. Dengan sistem itu, Dhea berhasil menjual ribuan masker dan terus berlanjut hingga saat ini.
Luqman juga menempuh hal serupa untuk buku-buku baru yang terbit di tengah pandemi ini. Contohnya untuk buku berjudul KKN: Unwanted Bond ditawarkan dengan sistem pre-order dan sukses terjual 1.000 pieces.
Ketiga, mengoptimalkan semua channel pemasaran yang tersedia. Pandemi memaksa orang lebih banyak berdiam di rumah. Para pemilik bisnis perlu memikirkan jurus khusus supaya produk tetap mudah diakses kendati mobilitas masyarakat terbatas. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah memanfaatkan kanal online. Fufu, misalnya, memanfaatkan kanal media sosial dan marketplace untuk memasarkan produk BabyYou.
Sedangkan Luqman sudah menerapkan omni-channel sejak dua tahun terakhir. Penjualan digeber juga melalui marketplace, direct marketing melalui komunitas-komunitas terkait, Whatsapp, email juga media sosial seperti Facebook dan Instagram. Pemanfaatan database customer juga efektif mendorong penjualan. “Customer yang pernah membeli produk kami melalui berbagai kanal, kami “rawat” dan selalu diberikan update informasi ketika ada program penjualan baru,” imbuh Luqman.
Keempat, memperbanyak promo dan gimmick marketing. Trik klasik yaitu dengan menawarkan promo diskon, bundling produk, giveaway dan sebagainya, terbukti masih ampuh menarik pembeli datang dan bertransaksi. Luqman memanfaatkan tanggal spesial untuk menggelar promo seperti promo hari kemerdekaan, promo hari pelanggan, dan lain-lain. Begitu juga Dhea dan Fufu yang mengoptimalkan promo penjualan melalui marketplace secara rutin.
Kelima, memanfaatkan jejaring untuk mengamplifikasi signifikansi sebuah produk. Hal ini ditempuh oleh Luqman ketika merilis buku Kitab Wabah dan Taun dalam Islam. Jejaring Luqman yang luas di banyak kalangan, termasuk kalangan influencer dan tokoh masyarakat, memudahkannya memperbesar pamor produk ke khalayak yang lebih luas.
Baca juga: 8 Pelajaran Finansial yang Saya Dapatkan dari Pandemi Covid-19
Keenam, manajemen keuangan yang konservatif. Bisnis yang kuat dan langgeng mensyaratkan pengelolaan keuangan yang sehat. Luqman mengungkapkan, bisnisnya masih kuat bertahan di tengah pandemi sebesar ini karena tidak terbebani utang besar.
Kebanyakan usaha yang ambruk karena badai corona tak lain karena tidak kuat menutup kewajiban tetap seperti gaji karyawan dan pembayaran utang, sedangkan pada saat yang sama pemasukan berkurang drastis, bahkan sama sekali tidak ada seperti bisnis di segmen pariwisata atau travel. “Perlu berhati-hati memakai modal usaha dari utang supaya ketika terjadi guncangan besar, kita masih mampu bertahan,” jelasnya.
Dhea juga menerapkan prinsip serupa. Terkait pemakaian modal usaha misalnya, perlu kejelian supaya tidak sampai merugikan. “Kita perlu berhati-hati mengeluarkan modal besar. Kalaupun kita bisa produksi, belum tentu terjual. Jadi, harus efisien,” imbuh Dhea.
Enam strategi tersebut terbukti ampuh membantu tiga pebisnis ini mempertahankan roda usaha mereka saat menghadapi badai pandemi yang belum jelas ujungnya ini. Walau sempat terpukul lockdown di awal pandemi terjadi, perlahan tapi pasti mereka berhasil bangkit dan mencatatkan pertumbuhan penjualan.
Bahkan Luqman mencatat kenaikan omzet hingga 25% dibanding tahun sebelumnya. Karenanya, ia bisa menaikkan gaji antara 5%-10% untuk beberapa karyawan berkinerja cemerlang. Hal yang dikhawatirkan seperti pemangkasan tenaga kerja atau PHK pun bisa dihindari. “Kesolidan tim akan sangat membantu sebuah perusahaan untuk terus melaju di tengah badai sebesar apapun itu. Pandemi ini mematangkannya,” tutup Luqman.
*PS: artikel ini sudah pernah dimuat di sini.
2 thoughts on “Bagaimana Pebisnis Bertahan Hadapi Badai Pandemi? Real Stories Tiga Entrepreneur yang Mengharukan”
perusahaan aku waktu awal-awal pandemi, penjualan bisa dibilang turun drastis. Waktu itu salah satu cara untuk menekan pengeluaran yang besar, adalah dengan memotong gaji karyawan sekian persen. Dan beberapa bulan juga sempat wfh
Iya, mba.. hampir semua perusahaan menempuh langkah itu agar nafasnya tetap panjang… moga lekas berakhir pandemi dan ekonomi kembali bangkit… amin..